Assalamu'alaikum Wr.Wb
Hai Sobat K3, bagaimana kabarmu? sehatkan? Oke , di post kali ini saya akan memposting tentang pembinaan masyarat madinah pada masa awal rasulullah hijrah.
Tentu sobat harus tau kenapa masyarakat madinah harus di bina , ya, saat sebelum kedatangan rasul madinah bukanlah masyarakat yang mayoritas islam, disana ada berbagai etnis dan suku yang bisa dikatakan kurang akur satu sama lain, setelah kedatangan rasul Muhammad maka madinah dibimbing oleh rasul untuk bisa toleransi antara umat satu dengan umat yang lainnya. Oke dari pada basa-basi terus , langsung saja baca aja ya !
Pembinaan Masyarakat Madinah Pada Masa Awal Rasulullah Hijrah
A.
Kondisi
Masyarakat Madinah saat Hijrah
Pada hari jum’at tanggal
12 rabi’ul awwal 1 Hijriah bertepatan dengan tanggal 27 September 622 Masehi,
Rasulullah beserta rombongan kaum muhajirin masuk kota Yatsrib(Madinah). Unta
beliau berhenti didepan rumah Abu Ayyub yang sekaligus menjadi tempat singgah
di Madinah[1].
Kondisi dari masyarakat
Madinah saat itu terbagi menjadi beberapa kelompok dengan kondisi yang
berbeda-beda, kelompok-kelompok tersebut sebagi berikut:
1.
Orang-orang Muslimin
Kondisi di Mekah dan
Madinah sangat berbeda, di Madinah muslimin bisa memegang kendali atas
diri mereka sendiri tidak akan ada yang
menekan seperti saat di Mekah, tapi mereka tengah dihadapkan dengan proses
pembentukan masyarakat islam yang baru, masyarakat yang memiliki keistimewaan
dibandingkan dengan tatanan masyarakat dimanapun didunia sehingga menjadi
teladan bagi dakwah Islamiyyah dengan berbagi bentuk rintangan, siksaan, serta
tantangan.
Suadah Maklum adanya bahwa
pembentukan masyarakat baru ini tidak cukup dengan waktu yang singkat,
melainkan perlu kesabaran dan ketekunan.
Kaum muslimin terbagi
menjadi dua yaitu :
a.
Anshar
Mereka kaum muslimin asli
dari Madinah yang hidup ditanah kelahirannya sendiri, dirumahnya dan dengan
harta bendanya.
b.
Muhajirin
Mereka adalah kaum
muslimin yang ikut berhijrah dengan Rasulullah, mereka tidak memiliki rumah dan
kecukupan lainnya. Mereka adlah orang yang ingin menyelamatkan diri dan
berlindung di Madinah.
2.
Orang-orang musyrik asli
Madinah.
Mereka adalah orang-orang musyrik yang menetap dibeberapa
kabilah di Madinah. Tetapi mereka tidak pernah berpikir untuk memusuhi
orang-orang muslim. Dalam waktu singkat, mereka pun dapat merelakan agama
leluhur mereka lalu memeluk agama islam.
Sebenarnya diantara mereka terdapat orang-orang yang masih
menyimpan dendam permusuhan dengan diri Rasulullah dan orang-orang islam,
tetapi mereka tidak menampakkan hal tersebut secara langsung.
3.
Orang-orang Yahudi
Kaum yahudi di Madinah merupakan kaum pendatang, setelah di arab
gaya hidup mereka berubah menjadi gaya hidup orang Arab, berbahasa Arab, serta
mengenakan pakaian yang biasa dipakai oleh orang-orang Arab pada umumnya Bahkan
mereka pun kawin dengan orang-orang Arab.
Tetapi walaupun begitu, mereka tetap memelihara rasa fanatisme
mereka sebagai bangsa Yahudi dan tidak mencair secara total dengan bangsa Arab.
Bahkan mereka berbangga diri dengan predikat mereka sebagai bani Israil
(Yahudi).
Mereka sangat terampil dalam masalah pencairan sumber
penghidupan dan mata pencarian. Mereka mengeruk keuntungan berkali lipat dari
bangsa Arab, bahkan mereka menerapkan system riba.
Mereka juga dikenal sebagai kaum yang suka menyebarkan
desas-desus dan kerusakan. Mereka suka menebarkan benih-benih permusuhan
diantara kabilah-kabilah bangsa Arab yang berdekatan dengan mereka dan mengadu
domba bangsa Arab sehingga orang-orang Arab mudah termakan amarah lalu antara
kabilah-kabilah tersebut berperang. Lalu, para orang Yahudi akan mengeruk
keuntungan dari bangsa Arab, sistem riba yang mereka terapkan membuat
kabilah-kabilah tersebut kebingungan dengan biaya peperangan, lalu mereka
memberikan pinjaman. Dengan cara ini meraka akan mendapatkan keuntungan yang berlipat
ganda.
B.
Pembinaan Masyarakat
Madinah
Dengan adanya
berbagai permasalahan yang terjadi pada masyarakat Madinah Rasulullah mengambil
langkah-langkah sebagai berikut[2] :
1.
Membangun Masjid Nabawi
Langkah pertama
yang dilakukan oleh Rasulullah Saw adalah membangun Masjid Nabawi, beliau
memilih tempat diman untanya berhenti ketika pertama kali beliau tiba. Beliau
membeli tanah tersebut dari dua orang anak yatim. Beliau langsung turun tangan
dalam rangka pembangunan masjid tersebut, beliau memindahkan bebatuan dan
berdoa, “Ya Allah, Tidak ada kehidupan yang lebih baik, kecuali kehidupan
akhirat, Maka anugrahkanlah ampunan-Mu bagi kaum Ansar dan Muhajirin.”
Apa yang beliau
ucapkan menambah semangat pada diri para sahabat didalam bekerja sehingga salah
satu dari mereka berkata, “Jika kami duduk sementara Rasulullah Saw bekerja,
maka itu adalah perbuatan yang sesat.”
Setelah itu
Rasulullah menetapkan arah kiblat yang waktu itu masih menghadap ke Baitul
Maqdis. Dua pinggiran pintu masjid itu terbuat dari bebatuan, dindingnya
terbuat dari batu yang dan direkatkan oleh lumpur tanah, atapnya terbuat dari
pelepah daun kurma, tiangnya dari batang pohon, lantainya dibuat terhampar dari
pasir dan kerikil-kerikil kecil. Pintunya ada tiga. Panjang bangunan kearah
kiblat hingga ke ujungnya ada seratus hasta dan lebarnya juga hamper sama.
Adapun pondasinya kurang lebih tiga hasta.
Disebelah
masjid dibangun rumah Rasulullah Saw, dindingnya terbuat dari batu bata,
atapnya tebuat dari daun kurma.
Kedudukan
masjid bukan hanya sebagai tempat ibadah, Masjid Nabawi juga berfungsi sebagai
berikut:
a.
Tempat untuk shalat dan
ibadah lainnya
b.
Sebagai majelis ilmu
c.
Tempat mengatur segala
urusan dan sekaligus sebagai gedung parlemen untuk bermusyawarah dan
menjalankan pemerintahan
d.
Tempat tinggal orang-orang
miskin dan kaum Muhajirin yang datang ke Madinah tanpa membawa harta benda dan
juga para bujangan.
2.
Mempersudarakan Kaum
Muslimin
Selain
membangun masjid sebagai sentral pemersatu umat, Rasulullah Saw juga mengambil
langkah yang lain, yaitu mempersatuakan kaum Muhajirin dan Anshar.
Ibnu Qayyim
mengatakan “kemudian Rasulullah mengikat tali persaudaraan antara kaum
Muhajirin dan kaum Anshar di rumah Anas bin Malik. Pada saat itu terdapat 90
laki-laki, separuh dari kaum Muhajirin dan separuh dari kaum Anshar. Beliau
mempersaudarakan mereka agar saling tolong menolong, saling mewarisi harta jika
ada yang meninggal dunia. Waris mewaris ini berlaku hingga berlaku Perang
Badar, yaitu ketika turun ayat Al-Quran:
“ ……..Orang-orang
yang mempunyai hubungan kerabat itu sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya
(dari yang bukan kerabat) didalam kitab Allah.”(Q.S.
al-Anfal:75)
Hak waris
mewarisi terbatas pada hubungan darah, tidak lagi pada hubungan persaudaraan
yang diikat pada waktu itu.
Makna dari
ikatan persaudaraan tersebut adalah untuk mengikis habis sikap fanatisme
jahiliyah sehingga Dengan begitu akan menghapus perbedaan keturunan, warna
kulit dan asal daerah. Mereka saling mengasihi , memberi pertolongan dan
bantuan antara satu sama lain.
Diriwayatka oleh
Abu Hurairah r.a , dia berkata, “ Orang-orang anshar berkata kepada baginda
Nabi Saw, “Bagilah kebun kurma milik kami untuk saudara-saudara kami,”
“Tidak.” Jawab
Rasulullah Saw “Cukuplah bagi kami bahan makanan pokok saja dan kami bisa
bergabung Dengan kalian saat memanennya.”
Mereka berkata,
“Kami mendengar dan kami taat.”
Ini merupakan
gambaran bahwa kaum Anshar begitu peduli Dengan keadaan kaum Muhajirin. Mereka
mau berkorban dan lebih mendahulukan saudaranya dari diri mereka sendiri.
Mereka mencintai dan menyayanginya.
3.
Sumpah Setia dalam Islam
Disamping mempersaudarakan
kaum muslimin, Rasulullah Saw juga mengambil langkah dengan mengikat perjanjian
diantara mereka untuk mnyingkirkan belenggu Jahiliyah serta fanatisme kabilah
dan mau melebur dalam satu kesatuan, yaitu ikatan islam secara menyeluruh.
Berikut adalah isi dari perjanjian tersebut:
a.
Mereka adalah umat yang
satu di luar golongan manusia lain.
b.
Orang mukmin tidak boleh
meninggalkan tanggung jawabnya terhadap agama dan keluarganya di antara mereka.
c.
Orang-orang mukmin yang
bertaqwa harus melawan orang yang berbuat zalim, berbuat jahat dan kerusakan di
antara mereka sendiri.
d.
Mereka harus melawan hal
seperti itu secara bersama-sama.
e.
Seorang mukmin tidak boleh
membunuh seorang mukmin yang lain.
f.
Jika ada orang Yahudi yang
mengikuti kita maka mereka berhak mendapat pertolongan dan persamaan hak, tidak
boleh dizalimi dan ditelantarkan.
g.
Siapapun yang membunuh
orang mukmin yang tidak bersalah, dia harus mendapatkan hukuman yang setimpal,
kecuali jika wali orang yang terbunuh merelakannya.
h.
Jika terjadi perselisihan
maka harus dikembalikan kepada Allah dan Rasulullah.
4.
Pengaruh Spiritual dalam
Masyarakat
Dengan hikmah
dan pembinaan tersebutlah, Rasulullah Saw telah sanggup menancapkan pokok
sebagian dasar pembentukan masyarakat yang baru. Hal tersebut akan member
pengaruh secara rohani terhadap diri mereka karena mereka senantiasa merasakan
keagungan ketika bersama disamping Rasulullah Saw. Rasulullah senantiasa
memberikan pengajaran, bimbingan, pendidikan serta menyucikan jiwa mereka.
Beliau selalu menekankan pada akhlak mulia, beliau menata pribadi mereka Dengan
etika, kasih sayang, persaudaraan, kesungguhan serta peribadatan.
Selain itu,
beliau memotivasi mereka dengan memberikan gambaran-gambaran tetang
keutamaan-keutamaan dari ibadah serta berbagia balasan pahala disisi Allah SWT.
Demikian cara
yang ditempuh oleh Rasulullah Saw dalam membentuk pola pikir mereka ,
mengangkat nilai ruhaniah mereka, membangkitkan semangat mereka.
5.
Perjanjian dengan Kaum
Yahudi
Setelah
Rasulullah berhasil menancapkan dasar-dasar
pembentukan masyarakat serta umat islam yang baru di Madinah, beliau
mulai menggang kekuatan dengan kelompok non-Muslim. Tujuan beliau adalah untuk
menciptakan keamanan, kedamaian, kebaikan serta kebahagiaan bagi umat manusia
secara keseluruhan dan juga untuk membuat sebuah tatanan kehidupan yang tunggal
diseluruh penjuru. Untuk itu beliau membuat undang-undang yang sangat luwes dan
penuh toleransi. Sebuah undang-undang yang belum pernah terbentuk saat itu,
sebab yang ada saat itu selalu berbau kehidupan duniawi dan dibayang-bayangi
oleh fanatisme serta egoisme.
Kelompok
non-Muslim terdekat di Madinah adalah kelompok Yahudi. Mereka memiliki kebencian
terhadap kaum Muslimin, tapi tidak berani menampakkannya. Rasulullah menawarkan
sebuah perjanjian yang isinya merupakan kesepakatan untuk saling memberikan
kebebasan menjalankan agama, memutar kekayaan, tidak boleh saling menyerang dan
memusuhi.
Berikut ini
adalah butir-butir perjanjian tersebut[3] :
a.
Orang-orang Yahudi dari
bani ‘Auf adalah satu umat dengan kaum mukminin. Orang-orang Yahudi dengan
agamanya dan orang-orang mukmin dengan agamanya sendiri. Termasuk
pengikut-pengikut mereka serta diri mereka sendiri. Hal ini juga berlaku bagi
kelompok Yahudi diluar bani ‘Auf.
b.
Tanggungan nafkah
dibebankan kepada masing-masing. Orang Yahudi menanggung beban nafkahnya,
demikian juga dengan orang mukmin.
c.
Mereka harus bersatu
memerangi siapa saja yang hendak membatalakan perjanjian ini.
d.
Mereka harus saling
mensahati, berbuat kebaiakan dan tidak boleh berbuat jahat.
e.
Harus menolong orang yang
dizalimi.
f.
Orang yahudi harus
beriringan bersama kaum mukminin selagi mereka dalam kondisi peperangan.
g.
Yastrib menjadi kota suci bagi setiap orang
yang terikat dengan perjanjian.
h.
Jika ada perselisihan
antara orang-orang yang terikat dengan perjanjian ini sehingga kawatir mengarah
kekerusakan, maka harus dikembalikan kepada Allah SWT dan Rasul-Nya.
i.
Orang-orang Quraisy tidak memperoleh
perlindungan dan pertolongan.
j.
Mereka harus bersatu
melawan pihak yang hendak menyerang Yastrib.
k.
Perjanjian ini tidak boleh
dilanggar.
Dengan
disepakatinya perjanjian ini, kota Madinah dan sekitarnya seakan-akan menjadi
sebuah Negara yang makmur, yang presidennya adalah Rasulullah Saw. Sehingga
Madinah menjadi ibu kota bagi Islam.
Kesimpulan
Rasulullah
adalah manusia yang paling mulia disisi Allah SWT, dalam kehidupannya tidak
lepas dari banyak cobaan dari Allah, tapi Nabi selalu sabar dalam
menghadapinya, Rasulullah Hijrah ke Madinah pada hari jum’at tanggal 12 rabi’ul
awwal 1 Hijriah bertepatan dengan tanggal 27 September 622 Masehi bersama
dengan sahabat-sahabat yaitu kaum Muhajirin.
Kondisi
masyarakat Madinah berbeda dari satu dengan yang lain dengan begitu Rasulullah
haruslah mengambil langkah yang tepat untuk bisa mengatasinya.
Rasulullah SAW
dalam membina masyarakat Madinah menggunakan langkah-langkah sebagai berikut:
1.
Membangun Masjid Nabawi
2.
Mempersaudarakan Kaum
Muslim
3.
Sumpah Setia dalam Islam
4.
Pengaruh Spiritual dalam
Masyarakat, dan
5.
Perjanjian dengan Kaum
Yahudi
Dengan
langkah-langkah tersebut maka terciptalah masyarakat yang bermartabat yang
tinggi, dan berbudaya yang baik, yang bisa menghargai antar sesame umat.
DAFTAR PUSTAKA
Hermawan Agus. 2015. Sirah
Nabawiyah. Kudus. LPSK Kudus.
Shafiyyurahman Syaikh
Al-Mubarakfury. 2014. Sirah Nabawiyah. Bandung. Jabal.
Komentar