Assalamu'alaikum Wr.Wb
Hai teman K3, Bagaimana kabarmu? , Semoga kalian sehat selalu , di post kali ini saya akan membahas tentang kepemimpinan yang demokratis, yah, pada zaman sekarang ini negara kita sangat butuh sekali pemimpin yang demokratis, yang berjuang untuk kepentingan rakyatnya bukan hanya kepentingan golongannya saja. semoga indonesia akan cepat memdapatkan pemimpin yang dimokratis itu. amin. Oke langsung saja baca ya!.
MEWUJUDKAN KEPEMIMPINAN YANG DEMOKRATIS DALAM
SUATU NEGARA
A.
Pemimpin
yang demokratis
a. Pengertian
pemimpin yang demokratis
Sebelum
kita membahas tentang kemimpinan yang demokratis tentu kita harus mengetahui
dulu tentang apa itu pemimpin dan apa itu demokrasi. Definisi Pemimpin menurut
beberapa ahli:
1. Ahmad
Rusli
Pemimpin adalah individu manusia yang
diamanahkan memimpin pengikutnya kearah mencapai maklamat yang ditetapkan.
2. Mifta
Thoha
Pemimpin adalah seseorang yang yang
memiliki kemampuan memimpin, artinya memiliki kemampuan untuk mempengaruhi
orang lain atau kelompok tanpa mengindahkan bentuk alasannya.
3. Kartini
Kartono
Pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki
kecakapan dan kelebihan khususnya kecakapan dan kelebihan disuatu bidang,
sehingga dia mampu mempengaruhi orang-orang lain untuk bersama-sama melakukan
aktivitas-aktivitas tertentu, demi pencapaian satu atau beberapa tujuan.Baca juga peran panca indra dalam aktivitas belajar
Dari
beberapa pendapat tersebut dapat kita simpulkan bahwa, pemimpin adalah
seseorang yang mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi individu atau kelompok
untuk bekerjasama mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Sedangkan
demokrasi berasal dari bahasa yunani yaitu demos dan kratos, demos artinya
rakyat, kratos artinyaa pemerintahan. Demokrasi berarti pemerintahan
rakyat,yaitu pemerintahan yang rakyatnya memegang peranan yang sangat
menentukan.
Ciri-ciri demokrasi:
1. Adanya jaminan HAM
(pasal 28A-J UUD 1945)
2. Adanya jaminan
kemerdekaan bagi warga Negara untuk berkumpuldan beroposisi
3. Perlakuan dan
kedudukan sama bagi seluruh warga negara dalam hukum (pasal 27 ayat 1 UUD)
4. Kekuasaan yang
dikontrol oleh rakyat melalui perwakilan yang dipilih rakyat
5. Jaminan kekuasaan yang
telah disepakati bersama
Prinsip-prinsip demokrasi:
- Kekuasaan pemerintah dibatasi oleh konstitusi
- Pemilu yang bebas, jujur, dan adil (agar mendapat wakil
rakyat yang sesuai aspirasi rakyat)
- Jaminan Hak Asasi Manusia
- Persamaan kedudukan di depan hukum
- Peradilan yang jujur dan tidak memihak untuk mencapai
keadilan
- Kebebasan berserikat dan mengeluarkan pendapat
- Kebebasan pers
Demokrasi
mempunyai berbagai macam, antara lain:
1. Demokrasi
Pancasila merupakan demokrasi yang berfokus pada aspirasi rakyat, kepentingan
dan kekuasaan rakyat dam mempunyai jiwa yang berpaham dasar pancasila atau
nilai luhur pancasila yang bersumber pada tata nilai sosial budaya.
2. Demokrasi
liberal merupakan demokrasi yang menekankan pada kebiasaan manusia untuk
kepentingan manusia dan kekuasaan pemerintah dibatasi oleh undang-undang.
3. Demokrasi
totaliter merupakan demokrasi yang memiliki tujuan utama dengan menghalalkan
segala cara.
4. Demokrasi
terpimin merupakan demokrasi yang mengarah pada otoriter dan kepemimpinan
tunggal.
5. Demokrasi
proletar merupakan demokrasi yang mensejahterakan rakyat, segala sesuatu
ditentukan dan dikuasai oleh negara serta tidak mengenal kelas sosial.
6. Demokrasi
tritular meruakan demokrasi yang berupa campuran modern dan lama.
7. Demokrasi
formal merupakan demokrasi yang menempatkan persamaan kedudukan setiap
orang dalam politik tanpa disertai adanya upaya dalam menghilangkan kesenjangan
ekonomi.
8. Demokrasi
material merupakan demokrasi yang menciptakan persamaan sosial ekonomi, dimana
berada di negara sosial komunis.
9. Demokasi
campuran merupakan demokrasi yang menciptakan kesejahteraan rakyat dengan menempatkan
semua orang dengan hak yang sama.
Jadi
dapat kita simpulkan bahwa kemimpinan yang demokratis adalah gaya kepemimpinan
yang dipilih langsung oleh rakyatnya dan tunduk kepada rakyatnya serta dapat
bekerjasama dengan rakyat dengan baik untuk mencapai tujuan bersama.
b.
Ciri-ciri pemimpin yang demokratis
1. Bersikap
terbuka, baik dalam menerima ide, saran, maupun kritik
2. Bijaksana
dalam meghadapi masalah
3. Bersedia
mendengar, menerima, dan menghargai pendapat orang lain serta mampu membuat
keputusan terbaik
4. Mampu
mengatasi konflik
B.
Negara
Demokratis
Membahas
tentang kepemimpinan yang demokratis tidak bisa lepas dari Negara yang
demokratis pula.
a. Pengertian
Negara demokrasi
Istilah
negara merupakan terjemahan dari de staat (Belanda),
the state (Inggris), L’etat (Perancis), statum (Latin), lo stato (Italia), dan
der staat (Jerman).
Menurut bahasa
sansekerta negara berarti kota, sedangkan menurut suku-suku yang ada di
Indonesia negara adalah tempat tinggal. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia negara adalah persekutuan bangsa yang hidup dalam satu daerah/wilayah
dengan batas-batas tertentu yang diperintah dan diurus oleh suatu badan
pemerintah dengan teratur.
Jadi negara dalam arti
sempit merupakan alat untuk mencapai kepentingan bersama, sedangkan negara dalam
arti luas merupakan kesatuan sosial yang diatur secara institusional untuk
lembaga-lmbaga tertinggi dalam kehidupan sosial yang mengatur, memimpin, dan
mengkoordinasi masyarakat supaya dapat hidup wajar dan berkembang terus.
Negara demokrasi adalah negara yang menganut bentuk atau
mekanisme sistem pemerintahan dengan mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan
warganegara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut.
Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip trias politica yang membagi ketiga
kekuasaan politik negara (eksekutif, yudikatif dan legislatif) untuk diwujudkan
dalam tiga jenis lembaga negara yang saling lepas (independen) dan berada dalam
peringkat yg sejajar satu sama lain. Kesejajaran dan independensi ketiga jenis
lembaga negara ini diperlukan agar ketiga lembaga negara ini bisa saling
mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip checks and balances.Baca juga pembinaan masyarakat madinah pada masa awal Nabi Muhammad hijrah
b.
Ciri-Ciri Negara Demokrasi
Ciri negara demokrasi
adalah adanya kebebasan bagi warganya untuk mengurusi diri sendiri. Salah
satu wujudnya adalah adanya otonomi daerah. Dengan otonomi ini,
pemerintah daerah diberikan kebebasan oleh pemerintah pusat untuk mengurus diri
sendiri. Pemerintah daerah diberi keleluasan untuk mengelola wilayah sesuai
aspirasi rakyat di daerah bersangkutan. Keleluasaan itu meliputi hampir semua
hal yang berkaitan dengan pengelolaan pemerintahan. Yang tidak termasuk
wewenang daerah antara lain sosial politik, luar negeri, pertahanan, keamanan,
mata uang, peradilan dan agama.
Ciri
Negara Demokrasi:
1. Legitimasi pemerintah
2. Pengaturan organisasi secara teratur dalam
negara paling tidak terdapat 2 partai politik.
3. Setiap warga negara sudah memenuhi syarat
berhak dalam pemilu
4. Setiap warga negara dalam pemilu dijamin
kerahasiannya
5. Masyarakat dijamin kebebasannya
6. Memiliki pers yang bebas
Salah satu ciri-ciri negara demokrasi adalah memiliki
pers yang bebas dan bertanggung jawab. Di negara demokrasi, partisipasi rakyat
mendapat tempat yang terhormat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Karenanya, negara demokrasi menjamin kemerdekaan menyampaikan pikiran baik
secara lisan maupun tulisan.
C.
Mewujudkan
kepemimpinan yang demokratis dalam suatu Negara
Mewujudkan
kepemimpinan yang demokratis di Indonesia tidaklah mudah ada beberapa masalah yang harus dihadapi
antara lain :
1. Lemahnya
Integritas Moral dan Etika Kepemimpinan
Peran pemimpin tingkat nasional dalam penyelenggaraan pemilu seharusnya
mampu berperan sebagai pengawal dan pelaksana pesta demokrasi yang sesuai
dengan asas-asas penyelenggaraan pemilu untuk mewujudkan pemilu yang
berkualitas, yang kelak diharapkan dapat menghasilkan pemimpin tingkat nasional
yang berkualitas pula. Namun pada kenyataannya, penyelenggaraan pemilu
terdahulu masih diwarnai berbagai tindakan yang melanggar moral dan etika
kepemimpinan seperti isu kecurangan, memaksakan kehendak yang berakibat konflik
antar pendukung, money politic, menghalalkan
segala cara dan sebagainya. Selain itu, masih banyak pemimpin tingkat nasional
terpilih yang lebih mengutamakan kepentingan pribadi atau kelompok politiknya
ketimbang kepentingan nasional untuk kesejahteraan rakyat. Maraknya kasus-kasus
mega korupsi yang melibatkan pemimpin tingkat nasional membuktikan masih
rendahnya moral dan etika kepemimpinan sehingga mengkompromikan berbagai
kebijakan nasional untuk kepentingan ekonomi atau politik tertentu yang
menguntungkan pribadi dan kelompoknya.
2.
Kurangnya Komitmen Pemimpin
Tingkat Nasional Untuk Mewujudkan Pemilu Yang Berkualitas
Penyelenggaraan
pemilu seharusnya menjadi sarana nasional untuk rekrutmen politik dan
pendidikan politik masyarakat. Pemimpin tingkat nasional dan partai politik
peserta pemilu seharusnya memberikan pendidikan politik kepada masyarakat
melalui keteladanan penyelenggaraan pemilu secara jurdil, luber, kepastian
hukum, tertib, keterbukaan, proporsionalitas, profesionalitas, akuntabilitas,
efisiensi dan efektivitas. Namun dalam kenyataannya, penyelenggaraan pemilu
masih diwarnai adanya isu-isu kecurangan seperti politik uang, pelanggaran
kampanye, konflik antar pendukung, penggelembungan suara, manipulasi DPT, dan
lain-lain. Untuk menjadi calon anggota legislatif (caleg) di DPR-RI maupun DPRD
melalui partai politik, seseorang harus mengeluarkan banyak uang untuk biaya
mulai dari kampanye, pemilihan, sampai dengan pelantikannya. Oleh karena itu,
tidak mengherankan jika banyak anggota legislatif dan aparatur negara/
pemerintahan yang terlibat berbagai kasus korupsi demi untuk mendapatkan
kembali uang yang telah dikeluarkan (ongkos politik) maupun untuk mendapatkan
pendanaan partai politiknya.
3. Kurangnya
Legitimasi Pemimpin Tingkat Nasional
Tujuan
ideal penyelenggaraan pemilu yang demokratis adalah agar pemimpin tingkat
nasional yang terpilih memiliki basis legitimasi/ pengakuan atau dukungan yang
kuat dari rakyat dalam mengemban amanat rakyat melaksanakan pembangunan
nasional untuk kesejahteraan rakyat.
Secara
kuantitas, kadar legitimasi pemimpin dalam penyelenggaraan pemilu yang
berkualitas dapat diukur dari tingkat keterlibatan masyarakat dalam pemilu.
Semakin tinggi tingkat keterlibatan masyarakat, semakin berkualitas pemilu
tersebut dan semakin terlegitimasi pemimpin yang dihasilkan. Sebaliknya,
semakin rendah tingkat keterlibatan masyarakat, makin minim kadar legitimasi
pemimpin yang dihasilkan.
Banyaknya
pemilih yang tidak memberikan suaranya (golput) menunjukkan rendahnya
legitimasi pemimpin tingkat nasional. Dalam pelaksanaan Pemilu Presiden 2009,
jumlah warga yang tidak menggunakan hak pilihnya sebesar 49.677.776 atau
29,0059 persen. Data tersebut dinyatakan dalam surat penetapan KPU mengenai
perolehan suara nasional pemilu legislatif dan presiden. Pada pemilu legislatif
total pemilih yang menggunakan hak suaranya 121.588.366 dari total daftar
pemilih tetap (DPT) 171.265.442, dan jumlah angka “golput” sebesar 49.677.076
atau mendekati angka 30 persen yang dinilai tergolong besar. Namun angka
tersebut masih lebih kecil dari hasil survei yang memprediksi angka golput akan
mencapai 40 persen.
4. Masih
Lemahnya Manajemen Penyelenggara Pemilu
Komisi
Pemilihan Umum (KPU) sebagai garda terdepan penyelenggaraan pemilu, didalam
pelaksanaan tugasnya, sejak tahapan awal pemilu hingga pengumuman hasil pemilu,
senantiasa diawasi banyak pihak, oleh karena itu dituntut untuk mampu bersifat
netral, tanpa partisan, mandiri dan profesional guna merwujudkan pemilu yang
berkualitas. Selain bertanggung jawab terhadap seluruh proses dalam tahapan
pemilu, KPU juga dituntut untuk independen. Independensi KPU akan menjadi salah
satu penentu sukses tidaknya pemilu.
Sistem
pengawasan penyelenggaraan pemilu melalui Bawaslu-pun masih perlu ditingkatkan,
termasuk kerjasamanya dengan pihak penegak hukum dalam penindakan pelanggaran
pemilu. Penegakan hukum atas berbagai kasus tindak pidana pemilu yang terjadi
juga masih dinilai lamban, ragu-ragu dan belum sesuai harapan masyarakat. Untuk
itu perlu peningkatan koordinasi antara KPU, Bawaslu, Polri, Kejaksaan, dan
Pengadilan agar penanganan kasus-kasus pelanggaran pemilu dapat lebih cepat dan
efektif, serta dapat menjawab keraguan banyak pihak akan kinerja manajemen
penyelenggara pemilu dalam mendukung terwujudnya pemilu yang berkualitas yang
kelak dapat menghasilkan pemimpin yang berkualitas, memiliki legitimasi dan
dukungan masyarakat, dan mampu mengemban amanat rakyat melaksanakan pembangunan
nasional untuk kesejahteraan rakyat dan memperkokoh ketahanan nasional.Baca juga Eksistensi Al qur'an sebagai kitab suci terakhir
Untuk
mengatasi masalah tersebut dan mewujudkan kepemimpinan yang demokratis ada
beberapa cara antara lain :
1. Meningkatkan Integritas Moral dan Etika Kepemimpinan pada Pemimpin
Tingkat Nasional
Tujuan dari strategi ini adalah meningkatkan integritas moral
dan etika kepemimpinan pada tingkat nasional agar terwujud kepemimpinan
nasional yang berlandaskan nilai-nilai penghayatan Pancasila dan UUD 1945.
Etika kepemimpinan sebagai kelanjutan dari moral kepemimpinan sebagai
aktualisasi nilai-nilai instrumental Pancasila yang terpatri dalam UUD 1945.
Nilai-nilai instrumental yang menjadi muatan UUD 1945 sebagai landasan
konstitusional berbangsa dan bernegara adalah instrumen keorganisasian,
kelembagaan, kekuasaan dan kebijaksanaan pemerintah. Keempat instrumen tersebut
sekaligus merupakan instrumen dalam pemerintahan negara dan menjadi ruang gerak
integritas dan etika pimpinan nasional. Ada pun integritas moral dan etika
kepemimpinan berdasarkan sila-sila Pancasila :
·
Integritas Moral dan Etika: Ketaqwaan.
Ketaqwaan mengandung dimensi vertikal dan horizontal. Dimensi
vertikal adalah pemimpin melaksanakan ibadahnya dan menyadari bahwa Tuhan yang
Maha Esa mengawasi perbuatannya. Dimensi horizontalnya adalah seorang pemimpin
menyadari bahwa manusia terlepas dari agamanya adalah mahluk ciptaan Tuhan yang
Maha Esa. Pemimpin perlu menyadari bahwa keberagaman agama dan keyakinan
merupakan wujud dari Bhineka Tunggal Ika. Pancasila dan UUD 1945 melindungi
segenap warga negara dalam menjalankan ibadah agamanya.
·
Integritas Moral dan Etika:
Kemanusiaan.
Aktualisasi moral dan etika kemanusiaan adalah pemimpin
menghargai hak asasi manusia (HAM) dan mengupayakan perlindungan HAM bagi semua
warga negara. Pemilu mengandung asas-asas yang merupakan terjemahan dari
implementasi HAM yang merupakan tanggung jawab pemimpin untuk menerapkannya
sehingga pemilu yang berkualitas dapat terwujud. Pemimpin yang mengedepankan
HAM akan menjadi contoh bagi warga negara sehingga konflik-konflik atau
perbedaan pendapat dapat diselesaikan dalam cara-cara yang menjunjung tinggi
HAM sebagaimana diamanatkan dalam sila kedua Pancasila.
·
Integritas Moral dan Etika: Persatuan
Kebangsaan.
Persatuan dan kebangsaan memiliki keterkaitan dengan ketaqwaan dan
kemanusiaan. Seorang pemimpin wajib menjaga persatuan dan kebangsaan dengan
tidak mengorbankan nilai-nilai ketaqwaan dan HAM yang menjadi jatidiri Bangsa
Indonesia. Persatuan bangsa membutuhkan kepemimpinan yang mendekatkan pemimpin
dengan yang dipimpin, serta memberi kesempatan yang sama bagi semua komponen
bangsa untuk memilih dan dipilih sebagai pemimpin. Moral kebangsaan akan
membuat pemimpin yang dipilih memimpin tanpa berpihak pada kepentingan
golongan, agama, suku, dan lainnya, namun lebih mengutamakan dan menyadari
bahwa dia memimpin Bangsa Indonesia.
·
Integritas Moral dan Etika:
Kerakyatan.
Pemimpin yang memiliki
integritas moral dan etika yang tinggi
Memperjuangkan aspirasi kerakyatan melalui
cara-cara bermusyawarah untuk mufakat. Para pemimpin tingkat nasional jika
memiliki visi kerakyatan, akan menggalang rakyat untuk secara bersama-sama
melaksanakan dan mencapai tujuan-tujuan pembangunan nasional. Para pemimpin
perlu memiliki hikmat kebijaksanaan dan menyadari bahwa dirinya sebagai wakil
rakyat adalah amanah yang bukan hanya dipertanggungjawabkan di hadapan
masyarakat, tetapi juga dipertanggungjawabkan secara moral di hadapan Tuhan
sebagaimana diamanatkan sila kesatu. Olah kerena itu, dari penghayatan sila ke
4 ini, maka pemimpin dituntut memiliki sikap terbuka (transparency)
terhadap rakyat, konsisteni (consistency) antara ucapan (janji-janji
pada rakyat) dengan tindakan/kebijakannya, dan bekerja berdasarkan kepastian
waktu (certainty) dalam melaksanakan kebijakannya.
·
Integritas Moral dan Etika: Keadilan.
Pemimpin dituntut punya integritas dan moral keadilan dalam
memimpin bangsa Indonesia. Negara Indonesia menganut asas negara hukum, bukan
negara kekuasaan; serta semua warga negara berkedudukan sama di hadapan hukum.
Pemimpin yang adil, tidak memperjual-belikan hukum, bertindak tegas menegakkan
hukum, akan membuat masyarakat mematuhi hukum. Penegakan hukum diharapkan
memenuhi asas-asas keadilan di masyarakat, supaya hukum dapat bersikap tegas
bukan hanya kepada rakyat jelata, tetapi juga kepada para pemimpin lainnya yang
melanggar hukum.
2. Meningkatkan Legitimasi Pemimpin Tingkat Nasional
Pemimpin yang berakar pada nilai-nilai
integritas moral dan etika sebagaimana disampaikan di atas umumnya akan
memiliki legitimasi yang kuat dari rakyat. Namun partai politik yang berpraktik
sebagai industri politik cenderung lebih mengedepankan calon-calon pemimpin
yang transaksional sehingga money politic lebih dikedepankan
sebagai upaya memenangkan pemilu/pemilukada. Maka tujuan dari strategi ini
adalah meningkatkan legitimasi pemimpin tingkat nasional melalui upaya
meningkatkan pencalonan pemimpin yang berjiwa Pancasila, pembuatan mekanisme
pencalonan berbasis kader partai (bukan kutu loncat antar partai), mendorong
keterbukaan dan profesionalitas partai politik, peningkatan kinerja dan
profesionalitas badan penyelenggara dan pengawas pemilu, dan meningkatkan
partisipasi politik masyarakat sehingga rekrutmen politik semakin meningkat
kualitas integritas moral dan etika calon pemimpin yang diajukan.
Salah satu kendala yang mempersulit peningkatan legitimasi
pemimpin tingkat nasional adalah adanya kecenderungan partai penjadi partai
yang berorientasi “family party”. Partai PDIP identik dengan keturunan
Soekarno, Partai Demokrat identik dengan SBY atau kelompok Cikeas.
Gejala-gejala ini membuat kepemimpinan partai bukan didasarkan integritas dan
penghayatan pada nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945, tetapi didasarkan oleh
garis-garis keturunan, sumbangan-sumbangan material pada partai, dan
sebagainya. Maka transparansi dan demokratisasi partai perlu didorong dan
ditingkatkan untuk sekaligus meningkatkan kualitas dan kuantitas kepemimpinan
partai sebagai organisasi yang mencalonkan para pemimpin di tingkat nasional
untuk memimpin Bangsa dan Negara Indonesia.
3. Meningkatkan Komitmen Pemimpin
Tingkat Nasional Untuk Mewujudkan Pemilu Yang Berkualitas
Tujuan dari strategi ini adalah meningkatkan komitemen pemimpin
tingkat nasional untuk mewujudkan pemilu yang LUBER-JURDIL serta berasaskan
mandiri, jujur, adil, kepastian hukum, tertib, kepentingan umum, keterbukaan,
proporsionalitas, profesionalitas, akuntabilitas, efisiensi dan efektivitas.
Upaya ini untuk mengurangi dan mempersempit ruang gerak praktik-praktik
kecurangan seperti politik uang, pelanggaran kampanye, konflik antar pendukung,
manipulasi suara, manipulasi DPT, dan lainnya. Peningkatan komitmen ini juga
diharapkan memberi dampak positif bagi rekrutmen politik serta memperluas
peluang bagi calon-calon yang berintegritas untuk mencalonkan diri sebagai
pemimpin, sehingga ketika memimpin diharapkan memiliki legitimasi yang kuat
pada rakyat serta menjauhi praktik-praktik “mengejar setoran”, penyalahgunaan
wewenang dan kekuasaan, serta mengedepankan aspirasi dan kepentingan rakyat.
Peningkatan ini juga secara strategis akan meredam
konflik-konflik pemilu/pemilukada sehingga para calon juga siap untuk kalah,
bukan hanya siap untuk menang. Dalam beberapa pemilu terakhir ini saja, para
calon yang kalah umumnya mengajukan gugatan kepada Mahkamah Konstitusi. Hal ini
mengisyaratkan bahwa pengakuan akan profesionalitas dan kemampuan KPU dan Badan
pengawas pemilu sebagai lembaga penyelenggara pemilu masih belum mendapat
legitimasi yang baik di kalangan partai politik. Peningkatan komitemen pemimpin
tingkat nasional guna mewujudkan pemilu yang demokratis akan secara langsung
menumbuhkan partisipasi politik masyarakat secara umum dan berdampak pada
peningkatan legitimasi pemimpin yang terpilih melalui pemilu yang berkualitas.
Komitmen dari pemimpin tingkat nasional yang berkedudukan di
legislatif maupun eksekutif, perlu disinergikan dengan komitemen dari
pimpinan-pimpinan partai politik dan ormas-ormas afiliasinya. Para pemimpin
partai politik perlu diminta berkomitmen mengajukan kader-kader yang
berintegritas untuk dicalonkan, bukan berdasarkan kemampuan finansial dalam
membantu partai maupun mendanai kampanyenya. Oleh karena itu, komitmen ini juga
bertujuan menyelenggarakan pemilu yang berbiaya rendah dan berkualitas.
4. Memperbaiki Kinerja Manajemen Penyelenggaraan Pemilu
Tujuan dari strategi ini adalah meningkatkan kualitas dan
kuantitas lembaga-lembaga penyelenggara pemilu dan pengawas pemilu, mulai dari
KPU, Bawaslu, Kementerian dalam negeri, Polri sebagai lembaga pengamanan
pemilu, lembaga peradilan dan MK sebagai lembaga yang menangani kasus sengketa
pemilu. Semua lembaga ini diharapkan netral, non partisan dan mandiri dengan
bersikap profesional dan independen. Berbagai persoalan manajemen dan
koordinasi masih perlu ditingkatkan di dalam maupun ke luar dari semua lembaga
yang disebutkan tersebut.
Kendala yang sering
menjadi hambatan adalah kesiapan dan pengesahan UU pemilu atau kebijakan
menyangkut pemilu dan pemilukada, kesiapan dalam penyelenggaraan baik dalam
arti perekrutan SDM KPU dan Bawaslu maupun kesiapan sistem manajemen. Kendala
yang dari tahun ke tahun tetap menjadi masalah adalah masalah pendataan Daftar
pemilih atau DPT dimana Kemendagri bertugas menyuplai data kepada KPU. Sinergi
antara KPU, Bawaslu, dan Polri dalam pengawasan terhadap praktik kecurangan
masih perlu dibenahi, dan kenetralan POLRI dan TNI perlu terus dibenahi dan
ditingkatkan.
D. Kelebihan
dan kekurangan Kelebihan Demokrasi
Suatu
system tentunya tidak ada yang sempurna pasti ada suatu kelebihan dan
kekurangan demikian pula dengan sistemdemokrasi ini.
Kelebihan
Demokrasi :
- Pemegang
Kekuasaan dipilih berdasarkan keinginan rakyat
- Mencegah
terjadinya monopoli kekuasaan
- Kesetaraan
hak membuat setiap masyarakat dapat berpartisipasi dalam sistem politik
Kekurangan Demokrasi :
- Kepercayaan
rakyat mudah digoyangkan oleh pengaruh media
- Kesetaraan
hak dianggap tak wajar karena oleh beberapa ahli, karena pengetahuan
politik setiap orang tidak sama
- Fokus
pemerintah yang sedang menjabat akan berkurang saat menjelang pemilihan
umum berikutnya
Oke sekian dari saya , apabila ada yang salah , cukup komentar saja , tapi komentar yang membangun ya, semoga bermanfaat... :D
DAFTAR
PUSTAKA
Abdulkarim, Aim. 2008. Pendidikan
Kewarganegaraan untuk Kelas VIII. Grafindo Media.
Mochlisin. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan
untuk SMP. Jakarta : Interplus.
Id.Wikipedia.org
Komentar