Mewujudkan kepemimpinan yang Demokratis dalam suatu Negara

Assalamu'alaikum Wr.Wb

Hai teman K3, Bagaimana kabarmu? , Semoga kalian sehat selalu , di post kali ini saya akan membahas tentang kepemimpinan yang demokratis, yah, pada zaman sekarang ini negara kita sangat butuh sekali pemimpin yang demokratis, yang berjuang untuk kepentingan rakyatnya bukan hanya kepentingan golongannya saja. semoga indonesia akan cepat memdapatkan pemimpin yang dimokratis itu. amin. Oke langsung saja baca ya!.


MEWUJUDKAN KEPEMIMPINAN YANG DEMOKRATIS DALAM SUATU NEGARA
A.    Pemimpin yang demokratis
a.       Pengertian pemimpin yang demokratis
Sebelum kita membahas tentang kemimpinan yang demokratis tentu kita harus mengetahui dulu tentang apa itu pemimpin dan apa itu demokrasi. Definisi Pemimpin menurut beberapa ahli:
1.      Ahmad Rusli
Pemimpin adalah individu manusia yang diamanahkan memimpin pengikutnya kearah mencapai maklamat yang ditetapkan.
2.      Mifta Thoha
Pemimpin adalah seseorang yang yang memiliki kemampuan memimpin, artinya memiliki kemampuan untuk mempengaruhi orang lain atau kelompok tanpa mengindahkan bentuk alasannya.
3.      Kartini Kartono
Pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan khususnya kecakapan dan kelebihan disuatu bidang, sehingga dia mampu mempengaruhi orang-orang lain untuk bersama-sama melakukan aktivitas-aktivitas tertentu, demi pencapaian satu atau beberapa tujuan.Baca juga peran panca indra dalam aktivitas belajar
Dari beberapa pendapat tersebut dapat kita simpulkan bahwa, pemimpin adalah seseorang yang mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi individu atau kelompok untuk bekerjasama mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Sedangkan demokrasi berasal dari bahasa yunani yaitu demos dan kratos, demos artinya rakyat, kratos artinyaa pemerintahan. Demokrasi berarti pemerintahan rakyat,yaitu pemerintahan yang rakyatnya memegang peranan yang sangat menentukan.
Ciri-ciri demokrasi:
1.   Adanya jaminan HAM (pasal 28A-J UUD 1945)
2.   Adanya jaminan kemerdekaan bagi warga Negara untuk berkumpuldan beroposisi
3.   Perlakuan dan kedudukan sama bagi seluruh warga negara dalam hukum (pasal 27 ayat 1 UUD)
4.   Kekuasaan yang dikontrol oleh rakyat melalui perwakilan yang dipilih rakyat
5.   Jaminan kekuasaan yang telah disepakati bersama

Prinsip-prinsip demokrasi:
  1. Kekuasaan pemerintah dibatasi oleh konstitusi
  2. Pemilu yang bebas, jujur, dan adil (agar mendapat wakil rakyat yang sesuai aspirasi rakyat)
  3. Jaminan Hak Asasi Manusia
  4. Persamaan kedudukan di depan hukum
  5. Peradilan yang jujur dan tidak memihak untuk mencapai keadilan
  6. Kebebasan berserikat dan mengeluarkan pendapat
  7. Kebebasan pers
Demokrasi mempunyai berbagai macam, antara lain:
1.   Demokrasi Pancasila merupakan demokrasi yang berfokus pada aspirasi rakyat, kepentingan dan kekuasaan rakyat dam mempunyai jiwa yang berpaham dasar pancasila atau nilai luhur pancasila yang bersumber pada tata nilai sosial budaya.
2.   Demokrasi liberal merupakan demokrasi yang menekankan pada kebiasaan manusia untuk kepentingan manusia dan kekuasaan pemerintah dibatasi oleh undang-undang.
3.   Demokrasi totaliter merupakan demokrasi yang memiliki tujuan utama dengan menghalalkan segala cara.
4.   Demokrasi terpimin merupakan demokrasi yang mengarah pada otoriter dan kepemimpinan tunggal.
5.   Demokrasi proletar merupakan demokrasi yang mensejahterakan rakyat, segala sesuatu ditentukan dan dikuasai oleh negara serta tidak mengenal kelas sosial.
6.   Demokrasi tritular meruakan demokrasi yang berupa campuran modern dan lama.
7.   Demokrasi  formal merupakan demokrasi yang menempatkan persamaan kedudukan setiap orang dalam politik tanpa disertai adanya upaya dalam menghilangkan kesenjangan ekonomi.
8.   Demokrasi material merupakan demokrasi yang menciptakan persamaan sosial ekonomi, dimana berada di negara sosial komunis.
9.   Demokasi campuran merupakan demokrasi yang menciptakan kesejahteraan rakyat dengan menempatkan semua orang dengan hak yang sama.
Jadi dapat kita simpulkan bahwa kemimpinan yang demokratis adalah gaya kepemimpinan yang dipilih langsung oleh rakyatnya dan tunduk kepada rakyatnya serta dapat bekerjasama dengan rakyat dengan baik untuk mencapai tujuan bersama.
b.      Ciri-ciri pemimpin yang demokratis
1.      Bersikap terbuka, baik dalam menerima ide, saran, maupun kritik
2.      Bijaksana dalam meghadapi masalah
3.      Bersedia mendengar, menerima, dan menghargai pendapat orang lain serta mampu membuat keputusan terbaik
4.      Mampu mengatasi konflik

B.     Negara Demokratis
Membahas tentang kepemimpinan yang demokratis tidak bisa lepas dari Negara yang demokratis pula.

a.       Pengertian Negara demokrasi
Istilah negara merupakan terjemahan dari de staat (Belanda), the state (Inggris), L’etat (Perancis), statum (Latin), lo stato (Italia), dan der staat (Jerman).
Menurut bahasa sansekerta negara berarti kota, sedangkan menurut suku-suku yang ada di Indonesia negara adalah tempat tinggal. Menurut Kamus Besar Bahasa  Indonesia negara adalah persekutuan bangsa yang hidup dalam satu daerah/wilayah dengan batas-batas tertentu yang diperintah dan diurus oleh suatu badan pemerintah dengan teratur.
Jadi negara dalam arti sempit merupakan alat untuk mencapai kepentingan bersama, sedangkan negara dalam arti luas merupakan kesatuan sosial yang diatur secara institusional untuk lembaga-lmbaga tertinggi dalam kehidupan sosial yang mengatur, memimpin, dan mengkoordinasi masyarakat supaya dapat hidup wajar dan berkembang terus.
Negara demokrasi adalah negara yang menganut bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan dengan mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut. Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip trias politica yang membagi ketiga kekuasaan politik negara (eksekutif, yudikatif dan legislatif) untuk diwujudkan dalam tiga jenis lembaga negara yang saling lepas (independen) dan berada dalam peringkat yg sejajar satu sama lain. Kesejajaran dan independensi ketiga jenis lembaga negara ini diperlukan agar ketiga lembaga negara ini bisa saling mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip checks and balances.Baca juga pembinaan masyarakat madinah pada masa awal Nabi Muhammad hijrah
b.      Ciri-Ciri Negara Demokrasi
            Ciri negara demokrasi  adalah adanya kebebasan bagi warganya untuk mengurusi diri sendiri. Salah satu  wujudnya adalah adanya otonomi  daerah. Dengan otonomi ini, pemerintah daerah diberikan kebebasan oleh pemerintah pusat untuk mengurus diri sendiri. Pemerintah daerah diberi keleluasan untuk mengelola wilayah sesuai aspirasi rakyat di daerah bersangkutan. Keleluasaan itu meliputi hampir semua hal yang berkaitan dengan pengelolaan pemerintahan. Yang tidak termasuk wewenang daerah antara lain sosial politik, luar negeri, pertahanan, keamanan, mata uang, peradilan dan agama.
Ciri Negara Demokrasi:
1. Legitimasi pemerintah
2. Pengaturan organisasi secara teratur dalam negara paling tidak terdapat 2 partai politik.
3. Setiap warga negara sudah memenuhi syarat berhak dalam pemilu
4. Setiap warga negara dalam pemilu dijamin kerahasiannya
5. Masyarakat dijamin kebebasannya
6.  Memiliki pers yang bebas
Salah satu ciri-ciri negara demokrasi adalah memiliki pers yang bebas dan bertanggung jawab. Di negara demokrasi, partisipasi rakyat mendapat tempat yang terhormat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Karenanya, negara demokrasi menjamin kemerdekaan menyampaikan pikiran baik secara lisan maupun tulisan.



C.    Mewujudkan kepemimpinan yang demokratis dalam suatu Negara
Mewujudkan kepemimpinan yang demokratis di Indonesia tidaklah mudah  ada beberapa masalah yang harus dihadapi antara lain :
1.      Lemahnya Integritas Moral dan Etika Kepemimpinan
Peran pemimpin tingkat nasional dalam penyelenggaraan pemilu seharusnya mampu berperan sebagai pengawal dan pelaksana pesta demokrasi yang sesuai dengan asas-asas penyelenggaraan pemilu untuk mewujudkan pemilu yang berkualitas, yang kelak diharapkan dapat menghasilkan pemimpin tingkat nasional yang berkualitas pula. Namun pada kenyataannya, penyelenggaraan pemilu terdahulu masih diwarnai berbagai tindakan yang melanggar moral dan etika kepemimpinan seperti isu kecurangan, memaksakan kehendak yang berakibat konflik antar pendukung, money politic, menghalalkan segala cara dan sebagainya. Selain itu, masih banyak pemimpin tingkat nasional terpilih yang lebih mengutamakan kepentingan pribadi atau kelompok politiknya ketimbang kepentingan nasional untuk kesejahteraan rakyat. Maraknya kasus-kasus mega korupsi yang melibatkan pemimpin tingkat nasional membuktikan masih rendahnya moral dan etika kepemimpinan sehingga mengkompromikan berbagai kebijakan nasional untuk kepentingan ekonomi atau politik tertentu yang menguntungkan pribadi dan kelompoknya.
2.      Kurangnya Komitmen Pemimpin Tingkat Nasional Untuk Mewujudkan Pemilu Yang Berkualitas
Penyelenggaraan pemilu seharusnya menjadi sarana nasional untuk rekrutmen politik dan pendidikan politik masyarakat. Pemimpin tingkat nasional dan partai politik peserta pemilu seharusnya memberikan pendidikan politik kepada masyarakat melalui keteladanan penyelenggaraan pemilu secara jurdil, luber, kepastian hukum, tertib, keterbukaan, proporsionalitas, profesionalitas, akuntabilitas, efisiensi dan efektivitas. Namun dalam kenyataannya, penyelenggaraan pemilu masih diwarnai adanya isu-isu kecurangan seperti politik uang, pelanggaran kampanye, konflik antar pendukung, penggelembungan suara, manipulasi DPT, dan lain-lain. Untuk menjadi calon anggota legislatif (caleg) di DPR-RI maupun DPRD melalui partai politik, seseorang harus mengeluarkan banyak uang untuk biaya mulai dari kampanye, pemilihan, sampai dengan pelantikannya. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika banyak anggota legislatif dan aparatur negara/ pemerintahan yang terlibat berbagai kasus korupsi demi untuk mendapatkan kembali uang yang telah dikeluarkan (ongkos politik) maupun untuk mendapatkan pendanaan partai politiknya.
3.      Kurangnya Legitimasi Pemimpin Tingkat Nasional
Tujuan ideal penyelenggaraan pemilu yang demokratis adalah agar pemimpin tingkat nasional yang terpilih memiliki basis legitimasi/ pengakuan atau dukungan yang kuat dari rakyat dalam mengemban amanat rakyat melaksanakan pembangunan nasional untuk kesejahteraan rakyat.
Secara kuantitas, kadar legitimasi pemimpin dalam penyelenggaraan pemilu yang berkualitas dapat diukur dari tingkat keterlibatan masyarakat dalam pemilu. Semakin tinggi tingkat keterlibatan masyarakat, semakin berkualitas pemilu tersebut dan semakin terlegitimasi pemimpin yang dihasilkan. Sebaliknya, semakin rendah tingkat keterlibatan masyarakat, makin minim kadar legitimasi pemimpin yang dihasilkan.
Banyaknya pemilih yang tidak memberikan suaranya (golput) menunjukkan rendahnya legitimasi pemimpin tingkat nasional. Dalam pelaksanaan Pemilu Presiden 2009, jumlah warga yang tidak menggunakan hak pilihnya sebesar 49.677.776 atau 29,0059 persen. Data tersebut dinyatakan dalam surat penetapan KPU mengenai perolehan suara nasional pemilu legislatif dan presiden. Pada pemilu legislatif total pemilih yang menggunakan hak suaranya 121.588.366 dari total daftar pemilih tetap (DPT) 171.265.442, dan jumlah angka “golput” sebesar 49.677.076 atau mendekati angka 30 persen yang dinilai tergolong besar. Namun angka tersebut masih lebih kecil dari hasil survei yang memprediksi angka golput akan mencapai 40 persen.
4.      Masih Lemahnya Manajemen Penyelenggara Pemilu
Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai garda terdepan penyelenggaraan pemilu, didalam pelaksanaan tugasnya, sejak tahapan awal pemilu hingga pengumuman hasil pemilu, senantiasa diawasi banyak pihak, oleh karena itu dituntut untuk mampu bersifat netral, tanpa partisan, mandiri dan profesional guna merwujudkan pemilu yang berkualitas. Selain bertanggung jawab terhadap seluruh proses dalam tahapan pemilu, KPU juga dituntut untuk independen. Independensi KPU akan menjadi salah satu penentu sukses tidaknya pemilu.
Sistem pengawasan penyelenggaraan pemilu melalui Bawaslu-pun masih perlu ditingkatkan, termasuk kerjasamanya dengan pihak penegak hukum dalam penindakan pelanggaran pemilu. Penegakan hukum atas berbagai kasus tindak pidana pemilu yang terjadi juga masih dinilai lamban, ragu-ragu dan belum sesuai harapan masyarakat. Untuk itu perlu peningkatan koordinasi antara KPU, Bawaslu, Polri, Kejaksaan, dan Pengadilan agar penanganan kasus-kasus pelanggaran pemilu dapat lebih cepat dan efektif, serta dapat menjawab keraguan banyak pihak akan kinerja manajemen penyelenggara pemilu dalam mendukung terwujudnya pemilu yang berkualitas yang kelak dapat menghasilkan pemimpin yang berkualitas, memiliki legitimasi dan dukungan masyarakat, dan mampu mengemban amanat rakyat melaksanakan pembangunan nasional untuk kesejahteraan rakyat dan memperkokoh ketahanan nasional.Baca juga Eksistensi Al qur'an sebagai kitab suci terakhir
Untuk mengatasi masalah tersebut dan mewujudkan kepemimpinan yang demokratis ada beberapa cara antara lain :
1.      Meningkatkan Integritas Moral dan Etika Kepemimpinan pada Pemimpin Tingkat Nasional

Tujuan dari strategi ini adalah meningkatkan integritas moral dan etika kepemimpinan pada tingkat nasional agar terwujud kepemimpinan nasional yang berlandaskan nilai-nilai penghayatan Pancasila dan UUD 1945. Etika kepemimpinan sebagai kelanjutan dari moral kepemimpinan sebagai aktualisasi nilai-nilai instrumental Pancasila yang terpatri dalam UUD 1945. Nilai-nilai instrumental yang menjadi muatan UUD 1945 sebagai landasan konstitusional berbangsa dan bernegara adalah instrumen keorganisasian, kelembagaan, kekuasaan dan kebijaksanaan pemerintah. Keempat instrumen tersebut sekaligus merupakan instrumen dalam pemerintahan negara dan menjadi ruang gerak integritas dan etika pimpinan nasional. Ada pun integritas moral dan etika kepemimpinan berdasarkan sila-sila Pancasila :
·         Integritas Moral dan Etika: Ketaqwaan.
Ketaqwaan mengandung dimensi vertikal dan horizontal. Dimensi vertikal adalah pemimpin melaksanakan ibadahnya dan menyadari bahwa Tuhan yang Maha Esa mengawasi perbuatannya. Dimensi horizontalnya adalah seorang pemimpin menyadari bahwa manusia terlepas dari agamanya adalah mahluk ciptaan Tuhan yang Maha Esa. Pemimpin perlu menyadari bahwa keberagaman agama dan keyakinan merupakan wujud dari Bhineka Tunggal Ika. Pancasila dan UUD 1945 melindungi segenap warga negara dalam menjalankan ibadah agamanya.
·         Integritas Moral dan Etika: Kemanusiaan.
Aktualisasi moral dan etika kemanusiaan adalah pemimpin menghargai hak asasi manusia (HAM) dan mengupayakan perlindungan HAM bagi semua warga negara. Pemilu mengandung asas-asas yang merupakan terjemahan dari implementasi HAM yang merupakan tanggung jawab pemimpin untuk menerapkannya sehingga pemilu yang berkualitas dapat terwujud. Pemimpin yang mengedepankan HAM akan menjadi contoh bagi warga negara sehingga konflik-konflik atau perbedaan pendapat dapat diselesaikan dalam cara-cara yang menjunjung tinggi HAM sebagaimana diamanatkan dalam sila kedua Pancasila.
·         Integritas Moral dan Etika: Persatuan Kebangsaan.
Persatuan dan kebangsaan memiliki keterkaitan dengan ketaqwaan dan kemanusiaan. Seorang pemimpin wajib menjaga persatuan dan kebangsaan dengan tidak mengorbankan nilai-nilai ketaqwaan dan HAM yang menjadi jatidiri Bangsa Indonesia. Persatuan bangsa membutuhkan kepemimpinan yang mendekatkan pemimpin dengan yang dipimpin, serta memberi kesempatan yang sama bagi semua komponen bangsa untuk memilih dan dipilih sebagai pemimpin. Moral kebangsaan akan membuat pemimpin yang dipilih memimpin tanpa berpihak pada kepentingan golongan, agama, suku, dan lainnya, namun lebih mengutamakan dan menyadari bahwa dia memimpin Bangsa Indonesia.
·         Integritas Moral dan Etika: Kerakyatan.
Pemimpin yang memiliki integritas moral dan etika yang tinggi
Memperjuangkan aspirasi kerakyatan melalui cara-cara bermusyawarah untuk mufakat. Para pemimpin tingkat nasional jika memiliki visi kerakyatan, akan menggalang rakyat untuk secara bersama-sama melaksanakan dan mencapai tujuan-tujuan pembangunan nasional. Para pemimpin perlu memiliki hikmat kebijaksanaan dan menyadari bahwa dirinya sebagai wakil rakyat adalah amanah yang bukan hanya dipertanggungjawabkan di hadapan masyarakat, tetapi juga dipertanggungjawabkan secara moral di hadapan Tuhan sebagaimana diamanatkan sila kesatu. Olah kerena itu, dari penghayatan sila ke 4 ini, maka pemimpin dituntut memiliki sikap terbuka (transparency) terhadap rakyat, konsisteni (consistency) antara ucapan (janji-janji pada rakyat) dengan tindakan/kebijakannya, dan bekerja berdasarkan kepastian waktu (certainty) dalam melaksanakan kebijakannya.
·         Integritas Moral dan Etika: Keadilan.
Pemimpin dituntut punya integritas dan moral keadilan dalam memimpin bangsa Indonesia. Negara Indonesia menganut asas negara hukum, bukan negara kekuasaan; serta semua warga negara berkedudukan sama di hadapan hukum. Pemimpin yang adil, tidak memperjual-belikan hukum, bertindak tegas menegakkan hukum, akan membuat masyarakat mematuhi hukum. Penegakan hukum diharapkan memenuhi asas-asas keadilan di masyarakat, supaya hukum dapat bersikap tegas bukan hanya kepada rakyat jelata, tetapi juga kepada para pemimpin lainnya yang melanggar hukum.
2.      Meningkatkan Legitimasi Pemimpin Tingkat Nasional

Pemimpin yang berakar pada nilai-nilai integritas moral dan etika sebagaimana disampaikan di atas umumnya akan memiliki legitimasi yang kuat dari rakyat. Namun partai politik yang berpraktik sebagai industri politik cenderung lebih mengedepankan calon-calon pemimpin yang transaksional sehingga money politic lebih dikedepankan sebagai upaya memenangkan pemilu/pemilukada. Maka tujuan dari strategi ini adalah meningkatkan legitimasi pemimpin tingkat nasional melalui upaya meningkatkan pencalonan pemimpin yang berjiwa Pancasila, pembuatan mekanisme pencalonan berbasis kader partai (bukan kutu loncat antar partai), mendorong keterbukaan dan profesionalitas partai politik, peningkatan kinerja dan profesionalitas badan penyelenggara dan pengawas pemilu, dan meningkatkan partisipasi politik masyarakat sehingga rekrutmen politik semakin meningkat kualitas integritas moral dan etika calon pemimpin yang diajukan.
Salah satu kendala yang mempersulit peningkatan legitimasi pemimpin tingkat nasional adalah adanya kecenderungan partai penjadi partai yang berorientasi “family party”. Partai PDIP identik dengan keturunan Soekarno, Partai Demokrat identik dengan SBY atau kelompok Cikeas. Gejala-gejala ini membuat kepemimpinan partai bukan didasarkan integritas dan penghayatan pada nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945, tetapi didasarkan oleh garis-garis keturunan, sumbangan-sumbangan material pada partai, dan sebagainya. Maka transparansi dan demokratisasi partai perlu didorong dan ditingkatkan untuk sekaligus meningkatkan kualitas dan kuantitas kepemimpinan partai sebagai organisasi yang mencalonkan para pemimpin di tingkat nasional untuk memimpin Bangsa dan Negara Indonesia.
3.       Meningkatkan Komitmen Pemimpin Tingkat Nasional Untuk Mewujudkan Pemilu Yang Berkualitas

Tujuan dari strategi ini adalah meningkatkan komitemen pemimpin tingkat nasional untuk mewujudkan pemilu yang LUBER-JURDIL serta berasaskan mandiri, jujur, adil, kepastian hukum, tertib, kepentingan umum, keterbukaan, proporsionalitas, profesionalitas, akuntabilitas, efisiensi dan efektivitas. Upaya ini untuk mengurangi dan mempersempit ruang gerak praktik-praktik kecurangan seperti politik uang, pelanggaran kampanye, konflik antar pendukung, manipulasi suara, manipulasi DPT, dan lainnya. Peningkatan komitmen ini juga diharapkan memberi dampak positif bagi rekrutmen politik serta memperluas peluang bagi calon-calon yang berintegritas untuk mencalonkan diri sebagai pemimpin, sehingga ketika memimpin diharapkan memiliki legitimasi yang kuat pada rakyat serta menjauhi praktik-praktik “mengejar setoran”, penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan, serta mengedepankan aspirasi dan kepentingan rakyat.
Peningkatan ini juga secara strategis akan meredam konflik-konflik pemilu/pemilukada sehingga para calon juga siap untuk kalah, bukan hanya siap untuk menang. Dalam beberapa pemilu terakhir ini saja, para calon yang kalah umumnya mengajukan gugatan kepada Mahkamah Konstitusi. Hal ini mengisyaratkan bahwa pengakuan akan profesionalitas dan kemampuan KPU dan Badan pengawas pemilu sebagai lembaga penyelenggara pemilu masih belum mendapat legitimasi yang baik di kalangan partai politik. Peningkatan komitemen pemimpin tingkat nasional guna mewujudkan pemilu yang demokratis akan secara langsung menumbuhkan partisipasi politik masyarakat secara umum dan berdampak pada peningkatan legitimasi pemimpin yang terpilih melalui pemilu yang berkualitas.
Komitmen dari pemimpin tingkat nasional yang berkedudukan di legislatif maupun eksekutif, perlu disinergikan dengan komitemen dari pimpinan-pimpinan partai politik dan ormas-ormas afiliasinya. Para pemimpin partai politik perlu diminta berkomitmen mengajukan kader-kader yang berintegritas untuk dicalonkan, bukan berdasarkan kemampuan finansial dalam membantu partai maupun mendanai kampanyenya. Oleh karena itu, komitmen ini juga bertujuan menyelenggarakan pemilu yang berbiaya rendah dan berkualitas.
4.      Memperbaiki Kinerja Manajemen Penyelenggaraan Pemilu

Tujuan dari strategi ini adalah meningkatkan kualitas dan kuantitas lembaga-lembaga penyelenggara pemilu dan pengawas pemilu, mulai dari KPU, Bawaslu, Kementerian dalam negeri, Polri sebagai lembaga pengamanan pemilu, lembaga peradilan dan MK sebagai lembaga yang menangani kasus sengketa pemilu. Semua lembaga ini diharapkan netral, non partisan dan mandiri dengan bersikap profesional dan independen. Berbagai persoalan manajemen dan koordinasi masih perlu ditingkatkan di dalam maupun ke luar dari semua lembaga yang disebutkan tersebut.
Kendala yang sering menjadi hambatan adalah kesiapan dan pengesahan UU pemilu atau kebijakan menyangkut pemilu dan pemilukada, kesiapan dalam penyelenggaraan baik dalam arti perekrutan SDM KPU dan Bawaslu maupun kesiapan sistem manajemen. Kendala yang dari tahun ke tahun tetap menjadi masalah adalah masalah pendataan Daftar pemilih atau DPT dimana Kemendagri bertugas menyuplai data kepada KPU. Sinergi antara KPU, Bawaslu, dan Polri dalam pengawasan terhadap praktik kecurangan masih perlu dibenahi, dan kenetralan POLRI dan TNI perlu terus dibenahi dan ditingkatkan.
D.    Kelebihan dan kekurangan Kelebihan Demokrasi
Suatu system tentunya tidak ada yang sempurna pasti ada suatu kelebihan dan kekurangan demikian pula dengan sistemdemokrasi ini.
Kelebihan Demokrasi :
  • Pemegang Kekuasaan dipilih berdasarkan keinginan rakyat
  • Mencegah terjadinya monopoli kekuasaan
  • Kesetaraan hak membuat setiap masyarakat dapat berpartisipasi dalam sistem politik

Kekurangan Demokrasi :
  • Kepercayaan rakyat mudah digoyangkan oleh pengaruh media
  • Kesetaraan hak dianggap tak wajar karena oleh beberapa ahli, karena pengetahuan politik setiap orang tidak sama
  • Fokus pemerintah yang sedang menjabat akan berkurang saat menjelang pemilihan umum berikutnya

 Oke sekian dari saya , apabila ada yang salah , cukup komentar saja , tapi komentar yang membangun ya, semoga bermanfaat... :D



DAFTAR PUSTAKA

Abdulkarim, Aim. 2008. Pendidikan Kewarganegaraan untuk Kelas VIII. Grafindo Media.
Mochlisin. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan untuk SMP. Jakarta : Interplus.
Id.Wikipedia.org



Komentar