Assalamu'alaikum pemirsa pada post kali ini kami akan mencoba untuk membahas sedikit tetang bid'ah , yang sering menjadi perdebatan diantara kaum kita, oke langsung saja simak post ini.

Islam adalah agama yang bersifat konperhensif. Karena hal-hal yang mencakup kehidupan dan hukum telah diatur dalam Al-Qur’an maupun As-Sunnah. Di dalam Islam memberikan konsep, petunjuk dan pedoman hidup kepada manusia serta norma maupun tata caranya.sebagai ajaran tauhid Islam mengajak manusia untuk mengesakan dzat, sifat dan af’al Allah atau disebut dengan keimanan. Mengimani Allah bagi manusia sudah menjadi kodrat seumur hidup manusia. Sejak manusia berada di dalam ruh, semuanya telah menyatakan diri bahwa Allah SWT adalah rob yang berhak di imani dan di ibadati. Hal ini juga dijelaskan di dalam surat Al-‘Araf 172.
Namun pada umumnya manusia lupa atau mengingkari hal tersebut. Realitas kehidupan masyarakat islam kini telah mengarah dan cenderung mempertahankan pada paham ketradisian, keprabumian atau mengarah kepada perbuatan syirik atau bid’ah. Kini banyak umat islam juga melakukan praktek ibadah yang sudah mencampur adukkan dengan tradisi dan ritual yang bertentangan dengan agama Islam, al-Qur’an dan sunnahnya. Tanpa disadari hal tersebut sudah tergolong dalam perilaku bid’ah.
Untuk lebih memperjelas pemahaman tentang bid’ah maka kali ini kami mencoba untuk sedikit pengertian dan macam-macam bid’ah.

BID'AH

A.  Pengertian Bid’ah
1.      Bid’ah secara bahasa
Secara bahasa berasal dari kata   بدع – يبدع – بدعا yang berarti mengadakan sesuatu yang baru, ابدع “ membuat yang baru ( bid’ah ). Disebutkan juga dengan kata بدعة  yang berarti “ perkara baru yang menyalahi syara “.[1]
2.      Bid’ah secara istilah
Bid’ah menurut istilah syar’i/terminologi adalah sesuatu yang diada-adakan menyerupai syariat tanpa ada tuntunanya dari Rosulullah yang diamalkan seakan-akan bagian dari bid’ah. Para ahli berbeda-beda dalam memberikan definisi tentang bid’ah antara lain :[2]
a.       Menurut Ahli Ushul
Berpendapat bahwa sesuatu yang diada-adakan itu hanya terbatas pada masalah keperibadatan, bukan pada yang lainnya. Sehingga bid’ah didefinisikan sebagai berikut:
Bid’ah ialah suatu cara dalam agama yang diciptakan menyerupai syari’ah dan dengan menempuh cara itu yang dimaksudkan untuk memperbanyak ibadah kepada Allah SWT.
b.      Menurut Ahli Fiqh
Berpendapat bahwa suatu pekerjaan yang dianggap bid’ah itu tidak terbatas, baik yang berkaitan dengan peribadatan maupun adat kebiasaan yang berlaku, sehingga definisi bid’ah adalah sebagai berikut:
Bid’ah ialah suatu cara dalam agama yang diciptakan menyerupai syari’ah dan dengan menempuh cara itu dimaksudkan untuk mengerjakan syari’ah itu sendiri.
Dengan demikian Imam ‘Izzuddin Abdul ‘Aziz bin Abdis Salam (577-660H/1181-1262M) berpendapat bahwa bid’ah adalah mengerjakan sesuatu yang tidak pernah terjadi pada masa Rasulullah SAW.
Sedang Imam Muhyiddin Abu Zakariyya Yahya bin Syaraf al-Nawawiy (631-676 H/1234-1277 M) berpendapat bahwa bid’ah ialah megerjakan sesuatu yang baru yang belum pernah ada pada masa Rasulullah SAW.

B.     Klasifikasi Bid’ah dan Dasar Legalitasnya
Bid’ah dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu : Bid’ah Hasanah dan Bid’ah Madzmumah.[3]
1.      Bid’ah Hasanah Dan Dasar Legalitasnya
Bid’ah hasanah ialah suatu pendapat para Aimmatulhuda, dilihat dari sisi mendahulukan yang lebih bermanfaat dan lebih bermaslahat, hal tersebut misalnya perbuatan para sahabat dalam hal kodifikasi al-Qur’an dalam satu mushaf, mengumpulkan manusia untuk sholat tarawih secara berjamaah, adzan pertama pada hari jum’at, begitu juga (hal-hal baru yang terjadi pada masa sekarang) seperti pendirian pondok pesantren, madrasah-madrasah dan setiap kebaikan yang belum pernah ada pada masa Nabi Muhammad SAW.
Dari definisi seperti ini, dapat diambil pemahaman bahwa setiap kebaikan yang belum pernah ada pada masa Nabi SAW itu, merupakan tindakan baru yang baik (bid’ah hasanah), dimana jika dilaksanakan maka orang yang melakukannya akan mendapat pahala. Hal ini sesuai sabda Rasulullah SAW sebagai berikut:
مَنْ سَنَّ سُنَّةً حَسَنَةً فِىْ الأِسْلاَمَ فَلَهُ اَجْرُهَا وَاَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا بَعْدَهُ مِنْ غَيْرِ اَنْ ىَنْقُصَ مِنْ أُجُوْرِهِمْ شَىْءٌ
Artinya : “Siapa saja yang sudah meletakkan atau memulai perilaku perbuatan yang baik dalam islam, maka dia akan mendapat pahala amalnya dan pahala orang yang melakukannya setelah dia, tanpa mengurangi pahala dia sedikitpun. (HR. Muslim)
Dengan hadits inilah Imam Syafi’i meniadakan istilah Bid’ah untuk suatu tindakan baru yang memiliki sumber landasan dalil syara’, sekalipun belum pernah diamalkan oleh Nabi SAW, para sahabat dan para ulama’ salaf. Sedangkan untuk mengetahi kebenarannya dari pandangan beliau ini, dapat dilacak dari perkataan Imam Syafi’i sebagai berikut :
“Setiap sesuatu yang ada landasan dalil dalam syara’ maka hal tersebut bukan termasuk bid’ah meskipun belum pernah diamalkan oleh ulama’ salaf, karena sikap merekan yang meninggalkan mengerjakan hal itu terkadang karena ada udzur yang terjadi, atau karena ada amaliah yang lebih utama dari hal itu dan atau barangkali hal tersebut belum diketahui oleh mereka.”Baca juga peran panca indra dalam aktivitas
2.      Bid’ah Madzmumah Dan Dasar Legalitasnya
Bid’ah madzmumah adalah setiap hal yang tidak sesuai dengan al-Qur’an dan al-Sunnah atau yang berbeda dengan kesepakatan para imam (ijma’), seperti aliran (madzhab) yang sesat, keyakinan (akidah) yang menyimpang dan berbeda dengan hal-hal yang menjadi pegangan prinsip ahlussunnah waljama’ah.[4]
Definisi bid’ah madzmumah seperti itu, diambil dari adanya sabda Nabi SAW dalam beberapa hadisnya, diantaranya sebagai berikut:
كُلُّ مُحْدَثَةٌ بِدْعَةٌ وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
Artinya : “Setiap hal baru adalah bid’ah, dan setiap bid’ah adalah sesat”(HR Annasai, 1578)
Sedang yang dimaksud dengan Bid’ah Dlolalah dalam hadits ini adalah “setiap hal baru yang salah atau jelek yang tidak sesuai dengan al-Qur’an dan sabda Rasul-Nya.”
Pengertian seperti ini, diambil dari sabda Nabi SAW dalam beberapa haditsnya, diantaranya sebagai berikut :
مَنْ أَحْدَثَ فِيْ أَمْرِنَا هَذَامَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَرَدٌّ
Artinya: “ Siapa saja yang melakukan hal baru dalam urusanku (agama) yang tidak ada didalam agama, maka hal tersebut ditolak.” (HR Bukhori :2550 & Muslim : 1718)[5]
Imam Syafi’i berkomentar bahwa setiap sesuatu yang sudah memiliki landasan dari dalil-dalil syara’, maka hal ini bukan termasuk bid’ah, sekalipun belum pernah dilakukan oleh ulama’ salaf, sebab sikap mereka yang meninggalkan hal tersebut disebabkan adanya beberapa faktor diantaranya adalah :[6]
1.      Adanya alasan yang sedang terjadi pada saat itu
2.      Adanya amalan lain yang diniainya lebih utama
3.      Perbuatan tadi benaar-benar belum atau tidak diketahui oleh mereka
Dari pernyataan Imam Syafi’i diatas para ahli memberi komentar tentang klasifikasi muhdatsat, sekalipun mereka berbeda-beda dalam memberikan istilah diantaranya :
1.      Imam Rofi’iy
Berkomentar bahwa bid’ah dibagi menjadi dua yaitu :
a.       Bid’ah Dlolalah (sesat)
Yaitu hal baru yang tidak bertentangan dengan al-Quran dan al-Sunnah.
b.      Bid’ah Tidak tercela
Yaitu hal baru yang tidak bertentangan dengan al-Quran dan al-Sunnah.
2.      Ibnu Hajar al-Asqolaniy
a.       Bid’ah Hasanah
Jika bid’ah itu masuk kedalam naungan sesuatu yang dianggab baik menurut syara’.
b.      Bid’ah Mustaqbihah
Jika bid’ah itu masuk kedalam naungan sesuatu yang dianggap tidak baik menurut syara’.
3.      Ibnu al-Atsir al-Jaziriy
a.       Bid’ah Huda (bid’ah yang sesuai dengan syara’)
b.      Bid’ah Dlolalah (sesat)
4.      Imam ‘Izzuddin bin Abdis Salam
Menurut beliau bid’ah dibagi menjadi 5 yaitu :[7]
a.       Bid’ah Wajibah, yaitu bid’ah yang diwajibkan. Contohnya menekuni bidang ilmu nahwu sebagai sarana menjaga syari’ah
b.      Bid’ah Muharromah, yaitu sesuatu hal baru yang tidak mempunyai dasar dalil dalam agama baik dari al-Qur’an maupun hadits
c.       Bid’ah Mandzubah, sesuatu hal yang mempunyai dasar dalil dalam agama sekalipun belum ada pada masa rosulullah saw. Contohnya mendirikan pesantren, sekolah-sekolah, dan setiap kebaikan yang belum terjadi pada masa rosulullah saw
d.      Bid’ah Makruhah, yaitu bid’ah yang dimakruhkan. Contohnya memperindah atau menghiasi masjid, atau mushaf secara berlebihanbaca juga pembinaan masyarakat madinah pada masa
e.       Bid’ah Mubahah, bid’ah yang dimubahkan. Contohnya memakan makanan atau minuman yang lezat, berpakaian yang indah, indah, tempat tinggal yang mewah

C.    Analisis Arti Kata Semua Bid’ah Sesat
Rasulullah SAW bersabda :
أُوصِيكُمْ بِتَقْوَى اللَّهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ عَبْدًا حَبَشِيًّا فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِى فَسَيَرَى اخْتِلاَفًا كَثِيرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِى وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ تَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
“Aku wasiatkan kepada kalian untuk bertakwa kepada Allah, tetap mendengar dan ta’at kepada pemimpin walaupun yang memimpin kalian adalah seorang budak dari Habasyah. Karena barangsiapa di antara kalian yang hidup sepeninggalku nanti, dia akan melihat perselisihan yang banyak. Maka wajib bagi kalian untuk berpegang pada sunnah-ku dan sunnah Khulafa’ur Rasyidin yang mereka itu telah diberi petunjuk. Berpegang teguhlah dengannya dan gigitlah ia dengan gigi geraham kalian. Jauhilah dengan perkara (agama) yang diada-adakan karena setiap perkara (agama) yang diada-adakan adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah kesesatan (HR. At Tirmidzi no. 2676. ia berkata: “hadits ini hasan shahih”)
Jika matan hadits difahami secara tekstual maka yang terjadi adalah semua manusia akan masuk kedalam neraka, sebab dalam realitanya mereka selalu dliputi oleh bid’ah mulai dari berpakaian, sarana transportasi, video, elektonika maupun berbagi macam bentuk permadani yang terhampar diberbagi masjid.
Semuanya merupakan hal baru atau bid’ah yan sebelumnya tidak ada pada masa Rasulullah dan para sahabat, semuanya adalah bid’ah dan semua bid’ah adalah sesat, dan semua yang sesat masuk kedalam neraka. Bahkan beliau SAW tidak pernah menjelaskan tentang hal baru apa saja yang termasuk sesat.
Dan ketikjelasan itulah, maka dikalangan kaum muslimin dan para tokoh muncul persoalan yang sampai sekarang masih diperdebatkan, yaitu :
a.       Apa maksud kata MUHDASAT ( hal baru/  مُحْدَثَةٍ ) ?
Para ulama’ berpendapat bahwa arti muhdasat adalah (hal-hal baru dalam masalah agama) yang sesat (madzmumah) yang tidak ada dasarnya dalam dalam syara’ termasuk hal yang dilarang.
b.      Apakah kata KULLUN ( كُلَّ) itu selalu berarti semua ?
Kata kullun, apakah kata kullun selalu berarti semua? Padahal dalam al-Qur’an banyak sekali kata kullun yang pada kenyataannya tidak berarti semua. Misalnya :
أَمَّا السَّفِيْنَةُ لِمَسَاكِيْنَ يَعْمَلُوْنَ فِي الْبَحْرِ فَأَرَدْتُ أَنْ أَعِيْبَهَا وَكَانَ وَرَاءَهُمْ مَلِكٌ يَأْخُدُ كُلَّ سَفِيْنَةٍ غَصْباً

Artinya: “Adapun perahu itu adalah milik orang-orang miskin yang bekerja di laut, aku bermaksud merusak perahu itu, karena di baca juga mewujudkan kepemimpinan yang demokratishadapan mereka ada seorang Raja yang mengambil semua perahu dengan paksa.” (QS. al-Kahfi : 79)

Dalam ayat ini ditemukan kata “ semua perahu ( كُلَّ سَفِيْنَةٍ ) yang dirampas oleh raja itu, berarti “seluruh perahu yang ada, tetapi harus “sebagian perahu saja yang dirampas”, yaitu “perahu-perahu yang bagus”. Dan yang jelek tidak ikut dirampas, sebaimana terjadinya kasus perahu yang dirusak Nabi Khidir AS supaya tidak ikut dirampas.[8]

D.     Hadist tentang bid’ah
1.      Hadits pertama
مَنْ سَنَّ سُنَّةً حَسَنَةً فِىْ الأِسْلاَمَ فَلَهُ اَجْرُهَا وَاَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا بَعْدَهُ مِنْ غَيْرِ اَنْ ىَنْقُصَ مِنْ أُجُوْرِهِمْ شَىْءٌ
Artinya : “Siapa saja yang sudah meletakkan atau memulai perilaku perbuatan yang baik dalam islam, maka dia akan mendapat pahala amalnya dan pahala orang yang melakukannya setelah dia, tanpa mengurangi pahala dia sedikitpun. (HR. Muslim)
2.      Hadits kedua
مَنْ أَحْدَثَ فِيْ أَمْرِنَا هَذَامَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَرَدٌّ
Artinya: “ Siapa saja yang melakukan hal baru dalam urusanku (agama) yang tidak ada didalam agama, maka hal tersebut ditolak.” (HR Bukhori :2550 & Muslim : 1718)

3.      Hadits ketiga
أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ وَخَيْرُ الْهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ وَشَرُّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
Artinya: “Amma ba’du. Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah kitabullah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sejelek-jelek perkara adalah (perkara agama) yang diada-adakan, setiap (perkara agama) yang diada-adakan itu adalah bid’ah, setiap bid’ah adalah kesesatan (HR. Muslim no. 867)
4.      Hadits keempat
مَنْ يَهْدِ اللَّهُ فَلا مُضِلَّ لَهُ ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلا هَادِيَ لَهُ ، إِنَّ أَصَدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ ، وَأَحْسَنَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، وَشَرَّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا ، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلالَةٌ ، وَكُلَّ ضَلالَةٍ فِي النَّارِ

Artinya: “Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah maka tidak ada yang bisa menyesatkannya. Dan yang disesatkan oleh Allah tidak ada yang bisa memberi petunjuk padanya. Sesungguhnya sebenar-benar perkataan adalah Kitabullah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sejelek-jelek perkara adalah (perkara agama) yang diada-adakan, setiap (perkara agama) yang diada-adakan itu adalah bid’ah, setiap bid’ah adalah kesesatan dan setiap kesesatan tempatnya di neraka” (HR. An Nasa’i no. 1578, dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahih wa Dha’if Sunan An Nasa’i.





5.      Hadits kelima
إِنَّهُ مَنْ أَحْيَا سُنَّةً مِنْ سُنَّتِي قَدْ أُمِيتَتْ بَعْدِي فَإِنَّ لَهُ مِنَ الْأَجْرِ مِثْلَ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا ، وَمَنِ ابْتَدَعَ بِدْعَةَ ضَلَالَةٍ لَا يَرْضَاهَا اللَّهَ وَرَسُولَهُ كَانَ عَلَيْهِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ عَمِلَ بِهَا لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أَوْزَارِ النَّاسِ شَيْئًا
Artinya: “Barangsiapa yang sepeninggalku menghidupkan sebuah sunnah yang aku ajarkan, maka ia akan mendapatkan pahala semisal dengan pahala orang-orang yang melakukannya tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun. Barangsiapa yang membuat sebuah bid’ah dhalalah yang tidak diridhai oleh Allah dan Rasul-Nya, maka ia akan mendapatkan dosa semisal dengan dosa orang-orang yang melakukannya tanpa mengurangi dosa mereka sedikitpun” (HR. Tirmidzi no.2677, ia berkata: “Hadits ini hasan”)

Kesimpulan
Bid’ah adalah sesuatu hal baru yang tidak terdapat pada konteks agama Islam dan sesuatu yang dikerjakan tanpa diajarkan oleh Rosulullah atau sesuatu yang dikerjakan tanpa didahului adanya syara’ melalui Al-qur’an dan sunahnya. Tetapi tidaklah semua bid’ah itu sesat . Menurut beberapa ulama’ bid’ah terbagi menjadi dua, yaitu bid’ah Hasanah dan bid’ah Madzmumah.
Dari beberapa pengertian diatas penulis berharap untuk menggunakan dengan bijak dari artikel ini.















DAFTAR PUSTAKA
H. Al-Qusyairi, Syarif. Kamus Akbar. Surabaya: Giri Utama.
Drs. Al Hasyimiy Ma’shun Zainy MA Muhamad. 2009. NU tidak Bid’ah. Jombang: Darul Hikmah.
Drs. Kh. Hsubky, Badruddin.1993. Bid’ah-Bid’ah di Indonesia. Jakarta: Gema Insani.
Tim FBM MA Sunan Pandan Aran Yogyakarta. Katanya Aswaja 2015. Yogyakarta :Khatulistiwa Offset.




[1] H. Syarif Al-Qusyairi. Kamus Akbar. ( Surabaya :Giri Utama ). Hlm.43
[2] Drs. Muhamad Ma’shun Zainy al-Hasyimiy, MA. NU tidak Bid’ah. (Jombang:  Darul Hikmah, 2009 ). Hlm.10
[3] Ibid. Hlm.12
[4] Ibid. Hlm.14
[5] Tim FBM MA Sunan Pandan Aran Yogyakarta, Katanya Aswaja  (Yogyakarta :Khatulistiwa Offset, 2015). Hlm.44
[6] Ibid. Hlm.16                                                                                                                                  
[7] Drs. Kh.Badruddin hsubky. Bid’ah-Bid’ah di Indonesia.(Jakarta: Gema Insani,1993). Hlm.31
[8] Drs. Muhamad Ma’shun Zainy al-Hasyimiy, MA. NU tidak Bid’ah. (Jombang:  Darul Hikmah, 2009 ). Hlm.34

Komentar