PENDIDIKAN MULTIKULTURAL

PENDIDIKAN MULTIKULTURAL
Indonesia merupakan negara dengan kemajemukan masyarakat yang sangat besar, dilhat dari beragamnya etnis, bahasa, agama (kepercayaan) yang ada. Namun dengan berbagai perbedaan dan keberagamannya hendaklah bukan menjadi hal yang dapat memunculkan sebuah konflik, atau perpecahan dikarenakan permasalahan perbedaan ideologi, kebudayaandan lain sebagainya tersebut. Disinilah pentingnya menanamkan pemahaman mengenai keberagaman budaya yaitu dengan pendidikan mulltikultural. Adapaun pengertian, tujuan, dasar pelaksanaan pendidikan multikultural akan dipaparkan oleh penulis dalam makalah ini.
1.         Pengertian Pendidikan Multikultural
Pendidikan multikultural tediri dua kata yaitu pendidikan dan multikultural. Pendidikan dapat diartikan sebagai proses pengembangan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha pendewasaan melalui upaya pengajaran, pelatihan, proses, perbuatan, dan cara-cara yang mendidik.[1]
Istilah multikultural yang terdiri dari dua kata, multi dan kultural. Multi berarti plural/bermacam-macam atau beragam, sedangkan kultural berasal dari kata cultural yang berarti kebudayaan, multikultural berarti beraneka ragam kebudayaan. Secara sederhana multikulturalisme dapat dikatakan pengakuan atas pluralisme budaya sebagai suatu proses internalisasi nilainilai di dalam suatu komunitas.[2]
Akar kata multikultural adalah kebudayaan. Secara etimologis, multikultural dibentuk dari kata multi (banyak) dan kultur (budaya). Secara hakiki, dalam kata itu terkandung pengakuan akan martabat manusia yang hidup dalam komunitasnya dengan kebudayaannya masing-masing yang unik.[3] Multikultural sendiri adalah kata dasar yang  mendapat awalan dari kata dasar kultur yang berarti kebudayaan, kesopanan, atau pemeliharaannya, sedangkan multi berarti banyak, ragam, atau aneka.[4] Multikultural berarti keragaman kebudayaan, aneka kesopanan, atau banyak pemeliharaan.[5] Sementara menurut Baidhawy yang dikutip oleh Abd Aziz dalam bukunya yang berjudul Pendidikan Agama Islam dalam perspektif Multikulturalisme menyebutkan bahwa : Pendidikan multikultural adalah suatu cara untuk mengajarkan keragaman (teaching diversity).[6] Baca Pemanfaatan teknologi komunikasi dalam pendidikan agama islam
Secara terminologi, menurut  Nizar multikultural berarti paham keberagaman (majemuk) terhadap kultur (adat) yang dimiliki oleh sebuah komunitas.[7] Menurut Baidhawy dalam jurnal Nugroho yang berjudul Urgensi dan Signifikansi Pendidikan Islam  Multikultural Terhadap Kompleksitas Keberagamaan Di Indonesia,  multikulturalisme adalah pandangan bahwa setiap kebudayaan memiliki nilai dan kedudukan yang sama dengan setiap kebudayaan lain, sehingga setiap kebudayaan berhak mendapatkan tempat sebagaimana kebudayaan lainnya.[8]
Ahli lain, Sleeter & Grant (2007, 2009) dan Smith (1998) mendefinisikan pendidikan multikultural sebagai suatu pendekatan progresif untuk melakukan transformasi pendidikan yang secara holistik memberikan kritik dan menunjukkan kelemahan-kelemahan, kegagalan-kegagalan dan diskriminasi yang terjadi di dunia pendidikan saat ini. Nieto (1999) memahami pendidikan multikultural sebagai suatu pembentuk pendidikan yang bertumpu pada keadilan sosial, kesetaraan pendidikan dan suatu dedikasi yang memberikan pengalaman pembelajaran dimana seluruh siswa dapat mencapai perkembangan secara optimal. [9]
Menurut Banks dalam dalam buku Multikulturalalisme; Tantangan-tantangan Global Masa Depan dalam Transformasi Pendidikan Nasional, yang ditulis oleh  Tilaar pendidikan multikultural adalah konsep, ide, atau falsafah sebagai suatu rangkaian kepercayaan (set of believe) dan penjelasan yang mengakui dan menilai pentingya keragaman budaya dan etnis didalam membentuk gaya hidup, pengalaman, sosial, identitas pribadi, kesempatan-kesempatan pendidikan dari individu, kelompok maupun Negara.[10]  Jadi, dari berbagai pendapat diatas, penulis mengambil pengertian pendidikan multikultural adalah suatu proses pengembangan sikap dan tata laku, pengajaran serta pemahaman mengenai berbagai macam (plural) budaya.Baca pengertian bid'ah    
2.         Dimensi Pendidikan Multikultural
James Banks menjelaskan bahwa pendidikan multikultural memiliki lima dimensi yang saling berkaitan dan dapat membantu guru dalam mengimplementasikan beberapa program yang mampu merespon terhadap perbedaan pelajar (siswa)[11], yaitu:
a.         Dimensi integrasi isi/materi (content integration). Dimensi ini digunakan oleh guru untuk memberikan keterangan dengan “poin kunci” pembelajaran dengan merefleksi materi yang berbeda-beda. Secara khusus, para guru menggabungkan kandungan materi pembelajaran ke dalam kurikulum dengan beberapa cara pandang yang beragam.
b.         Dimensi konstruksi pengetahuan (knowledge construction). Suatu dimensi dimana para guru membantu siswa untuk memahami beberapa perspektif dan merumuskan kesimpulan yang dipengaruhi oleh disiplin pengetahuan yang mereka miliki. Dimensi ini juga berhubungan dengan pemahaman para
pelajar terhadap perubahan pengetahuan yang ada pada diri mereka sendiri.
c.         Dimensi pengurangan prasangka (prejudice ruduction). Guru melakukan banyak usaha untuk membantu siswa dalam mengembangkan perilaku positif tentang perbedaan kelompok. Sebagai contoh, ketika anak-anak masuk sekolah dengan perilaku negatif dan memiliki kesalahpahaman terhadap ras atau etnik yang berbeda dan kelompok etnik lainnya, pendidikan dapat membantu siswa mengembangkan perilaku intergroup yang lebih positif, penyediaan kondisi yang mapan dan pasti. Dua kondisi yang dimaksud adalah bahan pembelajaran yang memiliki citra yang positif tentang perbedaan kelompok dan menggunakan bahan pembelajaran tersebut secara konsisten dan terus-menerus.
d.        Dimensi pendidikan yang sama/adil (equitable pedagogy). Dimensi ini memperhatikan cara-cara dalam mengubah fasilitas pembelajaran sehingga mempermudah pencapaian hasil belajar pada sejumlah siswa dari berbagai kelompok. Strategi dan aktivitas belajar yang dapat digunakan sebagai upaya memperlakukan pendidikan secara adil, antara lain dengan bentuk kerjasama (cooperatve learning), dan bukan dengan cara-cara yang kompetitif (competition learning).
e.         Dimensi pemberdayaan budaya sekolah dan struktur sosial
(empowering school culture and social structure). Dimensi ini penting
dalam memperdayakan budaya siswa yang dibawa ke sekolah yang berasal dari kelompok yang berbeda. Di samping itu, dapat digunakan untuk menyusun struktur sosial (sekolah) yang memanfaatkan potensi budaya siswa yang beranekaragam sebagai karakteristik struktur sekolah setempat, misalnya berkaitan dengan praktik kelompok, iklim sosial, latihanlatihan, partisipasi ekstra kurikuler dan penghargaan staf dalam merespon berbagai perbedaan yang ada di sekolah.
3.         Dasar Pelaksana Pendidikan Multikultural
Menurut Tilaar, pendidikan multikultural berawal dari berkembangnya gagasan dan kesadaran tentang “interkulturalisme” seusai perang dunia II. Kemunculan gagasan dan kesadaran “interkulturalisme” ini selain terkait dengan perkembangan politik internasional menyangkut HAM, kemerdekaan dari kolonialisme, dan diskriminasi rasial dan lain-lain, juga karena meningkatnya pluralitas di negara-negara Barat sendiri sebagai akibat dari peningkatan migrasi dari negara-negara baru merdeka ke Amerika dan Eropa.[12]
Bentuk legitimasi pendidikan multikultural secara yuridis formal didapat dari ketentuan sebagai berikut; 1) UU Nomor 2 Tahun 1989 Bab III pasal 7 Tentang Sisdiknas (education for all) yaitu dalam satuan pendidikan diselenggarakan dengan tidak membedakan jenis kelamin, agama, suku, ras, kedudukan sosial, & tingkat kemampuan ekonomi; 2) UU Nomor 22 tahun 1999 Bab IV tentang Pemerintahan Daerah diberi kewenangan mengurus dirinya sendiri; 3) UU Nomor 20 tahun 2003 Bab III Pasal IV Ayat 1 yang berbunyi, Pendidikan diselenggarakan secara demokratis, berkeadilan, dan tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi HAM, nilai agama, nilai kultural, serta kemajemukan bangsa; 4) TAP MPR Nomor 7 tahun 2001 tentang etika kehidupan berbangsa dan visi Indonesia yang meliputi dua hal, yaitu; membangun masyarakat demokratis dan manusia cerdas yang bermoral; 5) Pancasila, sebagai ideologi dasar negara Indonesia yang mengikat, dan menjadi pegangan setiap warga negara Indonesia untuk dapat menjiwai nilai-nilai yang dikandungnya, dengan 5 tema di dalamnya; 1) tema ketuhanan, 2) tema kemanusiaan, 3) tema persatuan, 4) tema kerakyatan, dan 5) tema keadilan.[13]Baca artikel lainnya
Menurut Tilaar, sekurang-kurangnya ada tiga hal yang mendorong berkembang pesatnya pemikiran multikulturalisme yaitu HAM, globalisasi, dan proses demokratisasi.[14]
Pada dasarnya program pendidikan multikultural tidak lagi difokuskan kepada kelompok-kelompok agama atau mainstream  budaya, tetapi kepada pengembangan nilai-nilai demokratis. Apabila dalam program interkulmultikultural tural, terutama ditekankan kepada nilai-nilai budaya Barat (budaya ras putih), maka program pendidikan multikultural melihat masalah-masalah masyarakat secara lebih luas. Bukan hanya memasukkan masalah-masalah struktural ras, tetapi juga mempersoalkan masalah-masalah kemiskinan,penindasan, dan keterbelakangan kelompok-kelompok minoritas dalam ilmu pengetahuan.[15] Jadi pada awalnya dasar dari pelaksanaan pendidikan multikultural ditujukan untuk kelompok-kelompok mainstren, tapi sekarang pendidikan multikultural ini lebih berdasar pada demokrasi dan kesetaraan terhadap sesama.
4.         Tujuan dan Fungsi Pelaksana Pendidikan Multikultural
Tujuan pendidikan dengan berbasis multikultural dapat diidentifikasi[16]:
a.         Untuk  memfungsikan peranan sekolah dalam memandang keberadaan siswa yang beraneka ragam;
b.         Untuk membantu siswa dalam membangun perlakuan yang positif terhadap perbedaan kultural, ras, etnik, kelompok keagamaan;
c.         Memberikan  ketahanan siswa dengan cara mengajar mereka dalam mengambil keputusan dan keterampilan sosialnya;
d.        Untuk membantu peserta didik dalam membangun ketergantungan lintas budaya dan memberi gambaran positif kepada mereka mengenai perbedaan kelompok.
Fungsi pelaksanaan pendidikan multikultural :
Menurut Tilaar, pendidikan multikultural berawal dari berkembangnya gagasan dan kesadaran tentang “interkulturalisme” seusai perang dunia II. Kemunculan gagasan dan kesadaran “interkulturalisme” ini selain terkait dengan perkembangan politik internasional menyangkut HAM, kemerdekaan dari
kolonialisme, dan diskriminasi rasial dan lain-lain, juga karena meningkatnya pluralitas di negara-negara Barat sendiri sebagai akibat dari peningkatan migrasi dari negara-negara baru merdeka ke Amerika dan Eropa.
Tujuan pendidikan multikultural yaitu membentuk manusia berbudaya dan mewujudkan masyarakat yang berbudaya.[17] Dalam konteks tujuan ini, seorang guru harus mampu menanamkan sikap kepada Siswa bahwa yang membedakan manusia dengan makhluk Iainnya adalah akalnya. Akal yang dianugerahkan Allah kepada manusia akan mampu menghasilkan budaya. Perlu  diingat bahwa budaya itu dapat dibuat, artinya setiap orang mampu melahirkan suatu budaya. Hal yang harus diperhatikan bahwa terbentuknya suatu masyarakat yang berbudaya diawali oleh individu-individu yang berbudaya.
5.         Landasan Pelaksana Pendidikan Multikultural di Indonesia
Landasan operasional pendidikan multikultural di Indonesia memiliki tiga sudut pandang yang merupakan segitiga kekuatan untuk melegitimasi wacana   multikulturalisme dalam dunia (pendidikan) yang ada di Indonesia. Tiga landasan yang dimaksud adalah:[18]
a.       Landasan filosofi, dalam  landasan  filosofis  menjelaskan  bahwa  dalam menciptakan kehidupan harmonis harus ada standar-standar moral dan keadilan universal yang menjadi acuan umum dan harus ditaati bersama oleh semua masyarakat yang mempunyai kultur berbeda agar tidak terjadi kesemena-menaan atas nama kultur. Maka dalam menghadapi kultur yang berbeda yang harus dipegang adalah nilai-nilai universalnya; berupa keadilan, kemanusiaan, kesetaraan, dan lain sebagainya, Sehingga mampu melahirkan manusia yang memiliki karakter (character building) yang terbentuk dari sekumpulan nilai yang menyebabkan manusia menjadi semakin manusia, yang tidak hanya terampil dan pandai, akan tetapi baik juga dalam keluhuran budi pekertinya.
b.      Konsep Islam tentang kemanusiaan, kebangsaan, keberagaman, universalitas Islam. Bentuk  legitimasi  pendidikan  multikultural dalam  Islam, dapat  dilihat  dari  konsep  al-Qur‟an tentang  kemanusiaan, kebangsaan, keberagaman, dan universalitas Islam, memberikan fakta bahwa Islam memperkokoh toleransi dan memberi aspirasi terhadap multikulturalisme yang menegaskan bahwa Islam sebagai agama terbuka (open religion) melahirkan sikap inklusif. Sebagaimana yang diuraikan dalam Qs. Al- Baqarah 2: 148, Qs. Al-Imran 3: 105, Qs. Al-Ma„idah 5: 48, Qs. Al-A‟raf 7: 160, Qs. Al-Hujurat 49: 11-13. Dari sini terlihat bahwa  terdapat keterkaitan  antara  Islam  dan  dasar  negara  Indonesia,  antara  muatan Bhineka Tunggal Ika dan nilai-nilai Islam.Baca pembinaan masyarakat madinah pada awal nabi muhammad hijrah
c.       Undang-Undang sebagai kekuatan yuridis formalnya. Bentuk legitimasi pendidikan multikultural secara yuridis formal didapat dari ketentuan sebagai berikut; 1) UU Nomor 2 Tahun 1989 Bab III pasal 7 Tentang Sisdiknas (education for all) yaitu dalam satuan pendidikan diselenggarakan dengan tidak membedakan jenis kelamin, agama, suku, ras, kedudukan sosial, & tingkat kemampuan ekonomi; 2) UU Nomor 22 tahun 1999 Bab IV tentang Pemerintahan Daerah diberi kewenangan mengurus dirinya sendiri; 3) UU Nomor 20 tahun 2003 Bab III Pasal IV Ayat 1 yang berbunyi, Pendidikan diselenggarakan secara demokratis,  berkeadilan,  dan  tidak  diskriminatif  dengan  menjunjung tinggi HAM, nilai agama, nilai kultural, serta kemajemukan bangsa.
Pendidikan multikultural bertujuan untuk mewujudkan visi Indonesia masa depan serta etika berbangsa, dimana temuat dalam TAP/MPR RI Tahun 2001 No. VI dan VII mengenai visi Indonesia masa depan serta etika kehidupan berbangsa perlu dijadikan pedoman yang sangat berharga dalam pengembagan konsep pendidikan multikultural. Dalam kaitan ini perlu dipertimbangkan menghidupkan kembali pendidikan budi pekerti terutama di tingkat pendidikan dasar, melengkapi pendidikan agama yang sudah ditangani dengan UU No. 20 Tahun 2003. Masalah-masalah ini dibahas dibagian selanjutnya.[19]
Indonesia pula mengenal semboyan ‘Bineka Tunggal Ika’, yang secara maknanya yaitu meski berberda-beda tetapi tetap satu jua. Hal ini menajdi sebuah ideology atau pemikiran masyarakat Indonesia bahwa walau dengan berbagai keberagaman kebudayaan, agama, dan lain sebagainya tetapi bukan menjadi penghalang untuk tetap bersatu, dalam sebuah lingkar bangsa Negara kesatuan Republik Indonesia. Oleh  karena itu, pendidikan multikultural sangat penting sekali untuk diterapkan di Negara Indonesia ini sebagai solusi pecahan maslah dan konflik yang saat ini marak terjadi di Indonesia dengan membawa-bawa atau menjual nama agama atau kepercayaan .
PENUTUP
Pendidikan  multikultural merupakan sebuah  proses pengembangan sikap dan tata laku, pengajaran serta pemahaman mengenai berbagai macam (plural) budaya guna meciptakan manusia yang cerdas dalam bersikap,  bermasyarakat dan memahami suatu perbedaan bukan menjadi sebuah permasalahan melainkan menjadi sebuah kekuatan untuk bersatu dalam bingkai dan warna yang indah. Menciptakan  sebuah tatanan kehidupan yang tetap harmonis dan seimbang, hingga jauh dari timbulnya fenomena-fenomena konflik yang terjadi seperti di berbagai belahan negara, terutama  di Indonesia saat ini, dengan prinsip kebineka tunggal ikaaan, maka perbedaan dapat menjadi pemersatu dalam bingkai Negara Kesatuan RepubliK Indonesia.



DAFTAR PUSTAKA
Albone, Abd Aziz, (2009) Pendidikan Agama Islam dalam Perspektif Multikulturalisme, Cet. 1, Jakarta: Balai Litbang Agama.
Ibrahim, Rustam, (2013) Pendidikan Multikultural; Pengertian, Prinsip, dan Relevansinya dengan Tujuan Pendidikan Islam, dalam Addin, Vol. 7, No. 1, Surakarta:  Universitas Nahdlatul Ulama (UNU).
Mahfud, Choirul, (2013) Pendidikan Multikultural, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Nizar, Samsul, (2007),  Sejarah Pendidikan Islam; Telusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era Rasululah sampai Indonesia,  Jakarta: Prenada Media Group.
Nugroho, Muhammad Aji,  (2016). Urgensi dan Signifikansi Pendidikan Islam  Multikultural Terhadap Kompleksitas Keberagamaan Di Indonesia, dalam At-Tarbiyah; Journal Of Islamic Culture And Education. Vol. 1, No. 2, Salatiga; IAIN Salatiga.
Tilaar, H.A.R. (2004), Multikulturalalisme; Tantangan-tantangan Global Masa Depan dalam Transformasi Pendidikan Nasional, Jakarta : Grasindo.
                         , (2012) Perubahan Sosial dan Pendidikan; Pengantar Pedagogik Transformatif untuk Indonesia, Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Zamroni, (2011), Pendidikan Demokrasi pada Masyarakat Multikultural, Cet.1 Yogyakarta: Surya Sarana Grafika.






[1]Abdul Wahid, Pendidikan Agama Islam dalam Perspektif Multikulturalisme, Albone. Editor, Cet. 1, (Jakarta: Balai Litbang Agama, 2009), hlm. 179.
[2]Muhammad Aji Nugroho,  Urgensi dan Signifikansi Pendidikan Islam  Multikultural Terhadap Kompleksitas Keberagamaan Di Indonesia, dalam At-Tarbiyah;Journal Of Islamic Culture And Education. Vol. 1. No. 2. 2016 (Salatiga; Iain Salatiga, 2016), 186-187.
[3]Choirul Mahfud, Pendidikan Multikultural, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2013), hlm. 75.
[4]Abd Aziz Albone, Pendidikan Agama Islam dalam Perspektif Multikulturalisme, hlm. 179.
[5]Ibid., hlm. 179.
[6]Ibid.,  hlm. 222.
[7]Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam; Telusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era Rasululah sampai Indonesia,  (Jakarta: Prenada Media Group, 2007), hlm. xii.
[8]Muhammad Aji Nugroho,  Urgensi dan Signifikansi Pendidikan Islam  Multikultural Terhadap Kompleksitas Keberagamaan Di Indonesia, hlm.187.
[9]Zamroni, Pendidikan Demokrasi pada Masyarakat Multikultural, Cet.1 (Yogyakarta: Surya Sarana Grafika,2011), hlm. 140-145.
[10]H.A.R. Tilaar, Multikulturalalisme; Tantangan-tantangan Global Masa Depan dalam Transformasi Pendidikan Nasional, (Jakarta : Grasindo.,2004), hlm. 181.
[11]Ibrahim Rustam, Pendidikan Multikultural; Pengertian, Prinsip, dan Relevansinya dengan Tujuan Pendidikan Islam, dalam Jurnal Addin, STAIN Kudus, Vol. 7, No. 1, 2013, hlm. 142-144.
                                          

[12]Ibid, hlm.140. 
[13]Muhammad Aji Nugroho,  Urgensi dan Signifikansi Pendidikan Islam  Multikultural Terhadap Kompleksitas Keberagamaan Di Indonesia, hlm. 193.
[14]H.A.R. Tilaar, Multikulturalalisme; Tantangan-tantangan Global Masa Depan dalam Transformasi Pendidikan Nasional, hlm.173.
[15]H.A.R. Tilaar, Perubahan Sosial dan Pendidikan; Pengantar Pedagogik Transformatif untuk Indonesia, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2012), hlm. 484-485.
[16]Ibrahim, Rustam, Pendidikan Multikultural; Pengertian, Prinsip, dan Relevansinya dengan Tujuan Pendidikan Islam, hlm. 144-145.
[17]Abd Aziz Albone, Pendidikan Agama Islam dalam Perspektif Multikulturalisme, hlm. 205.
[18]Muhammad Aji Nugroho,  Urgensi dan Signifikansi Pendidikan Islam  Multikultural Terhadap Kompleksitas Keberagamaan Di Indonesia, hlm. 193-197
[19]H.A.R. Tilaar, Multikulturalalisme; Tantangan-tantangan Global Masa Depan dalam Transformasi Pendidikan Nasional, hlm. 190.

Komentar